• Beranda
  • Berita
  • Komnas Perempuan terima 319 laporan kekerasan seksual di DKI Jakarta

Komnas Perempuan terima 319 laporan kekerasan seksual di DKI Jakarta

12 Maret 2019 19:33 WIB
Komnas Perempuan terima 319 laporan kekerasan seksual di DKI Jakarta
Kantor Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) (ANTARA/Abdu Faisal).
Komnas Perempuan telah menerima 319 laporan kekerasan seksual di DKI Jakarta selama tahun 2019.

Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus di Jakarta, Selasa, menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan bagian dari total 2.318 laporan yang masuk dari awal 2018 sampai Maret 2019.

Total ada 13.568 laporan kekerasan seksual yang masuk dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Laporan ini tercantum dalam catatan tahunan Komnas Perempuan 2019.

Saat ini, DKI Jakarta menempati peringkat 2 dari 34 provinsi. Posisi pertama diduduki Jawa Tengah.

Menurut laporan yang diterima Komnas Perempuan, kekerasan seksual paling tinggi berada pada ranah privat atau personal.

Bentuk kekerasan seksual di ranah personal atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) paling tinggi adalah hubungan sedarah, perkosaan dan pencabulan.

Pencabulan di ruang publik sering juga terjadi di Jakarta. Menurut Magdalena, hal ini disebabkan kurangnya keberpihakan aparat penegak hukum sehingga masyarakat menganggap remeh kasus pelecehan seksual tersebut.
 
Info grafis kekerasan perempuan (ANTARA)


Magdalena mengungkapkan kejadian seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harusnya masyarakat bisa dibuat sadar dan lebih peka terhadap persoalan menyangkut tubuh seseorang.

“Apapun pelaporan kekerasan seksual itu bentuknya, mestinya aparat penegak hukum tidak menganggap sepele. Jangan dianggap sosok pelapor itu seperti orang kurang kerjaan,” kata Magdalena.

Iapun meminta aparat penegak hukum di DKI Jakarta lebih proaktif dalam mengungkap kekerasan seksual.

Magdalena menuturkan, seringkali laporan pelecehan tidak direspon dan tidak didengar karena tidak kelihatan buktinya sehingga dianggap kurang meyakinkan.

“Mestinya jika ada pengaduan tentang pelecehan, aparat penegak hukum harus mendengar pengaduan tersebut,” katanya.

Dengan demikian diharapkan masyarakat bisa bereaksi mencegah ketika peristiwa serupa terjadi dan berani menegur tindakan-tindakan seperti itu.

“Tidak harus korban yang menegur karena kadang korban juga takut dan malu ketika peristiwa itu menimpa dirinya,” kata Magdalena.

Salah satu kasus kekerasan seksual yang mencuat adalah soal pelecehan di kereta rangkaian listrik (KRL) Senin (11/3) pagi. Kasus pelecehan seksual tersebut dilakukan seorang pemuda kepada seorang wanita dalam kondisi gerbong kereta yang penuh sejak berangkat dari stasiun Rangkasbitung.

Pelaku memepet seorang penumpang wanita sambil melakukan tindak pelecehan seksual. Merasa terlecehkan, pada akhirnya penumpang wanita tersebut menonjok pelaku yang telah berbuat tak sopan padanya.

Pengalaman mengerikan itu diunggah oleh Alexandra Marsha melalui akun Instagram miliknya.

Pada Selasa pukul 16.00 WIB, PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) menggelar jumpa pers untuk menjelaskan perihal kekerasan seksual tersebut sekaligus memaparkan mekanisme KCI atas laporan pelecehan seksual.

Magdalena mengungkapkan dengan adanya jumpa pers tersebut, Komnas Perempuan sangat berharap transportasi publik seperti KRL bisa lebih nyaman digunakan sewaktu bepergian.

“Sebab masyarakat juga tak punya pilihan kan? Pengennya tidak naik KRL tapi mungkin adanya cuma itu. Jadi seharusnya PT KCI harus ikut berbenah,” katanya.

Pewarta: Sri Muryono dan Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019