Kebijakan ICDX tidak pengaruhi ekspor PT Timah

13 Maret 2019 10:11 WIB
Kebijakan ICDX tidak pengaruhi ekspor PT Timah
Petugas menggunakan telepon di depan logo Indonesia Commodity and Drivatives Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) di gedung BKDI, Jakarta beberapa waktu lalu. PT BKDI merupakan perusahaan bursa berjangka komoditi derivatif Indonesia dengan produk komoditi yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu soft agri dengan produk minyak sawit mentah (crude palm oli/CPO), kopi dan coklat, kedua logam dengan produk turunan emas dan timah, serta energi dengan produk turunan batubara, minyak mentah (crude oil). (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)

Alhamdulillah pendapatan usaha perseroan selama 2018 tercatat sebesar Rp11.050 miliar atau mengalami kenaikan 19,88 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kontribusi logam timah 91,88 persen, produk hilir (tin chemical) 3,87 persen dan rum

Kebijakan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) pada Oktober 2018 yang menghentikan ekspor timah perusahaan smelter tidak mempengaruhi ekspor PT Timah Tbk, karena produk yang diperdagangkan perusahaan berplat merah itu sudah memenuhi syarat yang dikeluarkan oleh surveyor PT Sucofindo.

"Sebagai anggota bursa ICDX, PT Timah tidak terpengaruh penghentian sementara perdagangan pada tahun lalu," kata Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk Amin Haris Sugiarto di Pangkalpinang, Rabu.

Ia mengatakan pada Oktober 2018 ICDX menghentikan ekspor timah perusahaan smelter yang diverifikasi PT Surveyor Indonesia, karena tidak memenuhi syarat ekspor.

"Manajemen optimistis bahwa kinerja Perseroan pada tahun 2019 akan terus meningkat seiring dengan membaiknya tata kelola pertimahan di Indonesia, terutama dengan dukungan regulasi dari pemerintah terkait penertiban penambangan illegal," ujarnya.

Selain itu, regulasi kewajiban pelaporan neraca cadangan yang diverifikasi Competent Person yang bersertifikasi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).

"Alhamdulillah pendapatan usaha perseroan selama 2018 tercatat sebesar Rp11.050 miliar atau mengalami kenaikan 19,88 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kontribusi logam timah 91,88 persen, produk hilir (tin chemical) 3,87 persen dan rumah sakit 2,19 persen," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan hasil laporan keuangan konsolidasian sampai akhir 2018 tercatat kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 21,85 persen atau menjadi Rp9.372 miliar.

"Penurunan harga bahan bakar jelang akhir tahun lalu merupakan angin segar yang akan berdampak positif terhadap profitabilitas perseroan dalam meningkatkan pendapatan," ujarnya.

Sementara itu, produksi bijih timah pada 2018 mencapai 44.514 ton atau mengalami kenaikan sebesar 42,77 persen dibandingkan tahun sebelumnya 31.178 ton.

"Perolehan produksi bijih timah 2018 yang mencapai 44.514 ton tersebut 49,90 persen diantaranya berasal dari penambangan di laut (offshore) dan sisanya sebesar 50,10 persen berasal dari darat (onshore)," katanya.

Baca juga: Pendapatan usaha PT Timah Tbk naik 19,88 persen

Baca juga: Inalum resmi menjadi holding BUMN industri pertambangan

 

Pewarta: Aprionis
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019