"Gender equality itu bukan suatu tema yang sifatnya musiman, tapi sesuatu yang memang penting bagi masyarakat, ekonomi, dan juga negara. Ini isu yang strategis dari kacamata pembangunan, ekonomi, dan masyarakat," ujar Ani, panggilan akrabnya, dalam acara "Ring The Bell for Gender Equality" di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu.
"Ring The Bell for Gender Equality" merupakan acara yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan peran kunci sektor swasta dalam mempercepat pencapaian kesetaraan gender. Acara ini mempromosikan penerapan Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Perempuan (Women's Empowerment Principles/WEPs). Di tingkat global, lebih dari 1.800 pemimpin bisnis telah berkomitmen untuk menerapkan WEPs.
"Prinsip-prinsipnya sudah masuk dalam perencanaan pembangunan kita. Kita juga sudah lakukan "mainstreaming" di dalam "budget" kita, "improvement" di office dan memberikan kesempatan dan suasana yang sama sehingga perempuan juga ikut terus maju dalam menjalankan karirnya," kata Ani.
Kendati demikian, ia mengakui di Indonesia masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan terkait kesetaraan gender. Misalnya angka partisipasi tenaga kerja untuk perempuan yang masih jauh tertinggal dibandingkan laki-laki, yaitu hanya 54 persen, sedangkan laki-laki mencapai 83 persen.
"Gaji yang diterima perempuan juga 32 persen lebih rendah dari laki-laki. Termasuk didalamnya isu financial inclusion juga," ujarnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan penggerak yang kuat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Walau demikian, perempuan di seluruh dunia dan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan seperti norma sosial yang negatif, kekerasan, dan diskriminasi terhadap perempuan, serta beban yang tidak proporsional dari pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar.
Tantangan-tantangan tersebut seringkali membatasi perempuan dalam mendapatkan kesempatan pekerjaan dan pendapatan yang setara, serta kesempatan dalam kegiatan kepemimpinan. Sektor swasta memiliki peran penting dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan membawa perubahan melalui kebijakan, investasi, produk, dan praktik yang bersifat gender.
Sementara itu Sabine Machl dari UN Women Representative mengatakan ekonomi akan berkembang ketika ada lebih banyak perempuan yang berpartisipasi dalam ketenagakerjaan.
"Mendukung norma positif dan inklusif yang memastikan adanya lingkungan pendukung bagi perempuan merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hanya dengan ini perempuan dapat berkontribusi sepenuhnnya dalam ekonomi, komunitas, dan bisnis," ujar Machl.
Presiden Indonesia Global Compact Network (ICGN) Y W Junardy menilai, pemberdayaan perempuan di tempat kerja juga memberikan keuntungan finansial di sektor swasta. Menurutnya, ketika perempuan mengambil peran strategis di posisi kepemimpinan, hal ini akan menarik perhatian investor untuk masuk ke dalam perusahaan dan hasilnya bisnis yang lebih baik.
"Banyak perusahaan di Indonesia yang menyadari hal ini dan mulai mempekerjakan perempuan dan memberikan kesempatan setara untuk semua," ujar Junardy.
Presiden Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) dan Wakil Ketuan Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Shinta Kamdani menuturkan, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan masih menghadapi tiga tantangan besar yaitu keterbatasan akses keuangan, keterbatasan jaringan dan akses pasar, serta keterbatasan kompetensi.
Oleh karena itu, lanjut Shinta, pihaknya akan mendorong para pemimpin perusahaan agar bersedia menerapkan kebijakan keseteraan gender.
"Kebijakan yang ditempuh antara lain melalui upaya dalam mengatasi kesenjangan upah, memajukan perempuan dalam posisi kepemimpinan dan manajemen, meningkatkan partisipasi karyawan perempuan, serta berinvestasi dalam lingkungan kerja yang ramah perempuan," ujar Shinta.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019