"Hari ini masing-masing bagian sudah punya sistem tapi tidak terintegrasi," kata Agus Rahardjo di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Agus menyampaikan hal tersebut dalam acara "Penyerahan Dokumen Aksi Pencegahan Korupsi tahun 2019-2020" dan laporan "Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi tahun 2019" yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Laporan tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pada 20 Juli 2018.
Stranas Pencegahan Korupsi sendiri punya tiga fokus, pertama adalah perizinan dan tata niaga, kedua keuangan negara dan ketiga penegakan hukum serta reformasi birokrasi.
"Pertama, menyelenggarkan kemudahan perizinan. Dalam kemudahan perizinan ini fokus utama adalah 'online single submission' (OSS) dan PTSP (Perizinan Terpadu Satu Pintu), kami harapkan yang tergabung dalam OSS ini bukan hanya pemda tapi juga kementerian-kementerian di pusat," ungkap Agus.
Agus menilai bahwa masih banyak kegiatan di Kementerian ESDM dan Kementerian Kesehatan yang harus disinkronkan dalam OSS.
"Transparansi sumber daya alam, pengukuhan kawasan hutan, kebijakan satu peta, pembenahan izin, kami juga catat kebijakan lahan negara yang sudah terlanjur salah, bahkan ada yang sudah berkekuatan hukum tetap belum ada eksekusinya, misalnya lahan di Padang Lawas cukup luas kalau diserahkan ke rakyat untuk redistribusi aset baik sekali," tambah Agus.
Fokus kedua adalah keuangan negara yang mengintegrasikan e-budgeting dan e-planning.
"Saya menyarankan ke Menteri Bappenas dan Kementerian Keuangan supaya Dirjen Anggaran dan Deputi Pembiyaaan Bappenas itu bisa duduk bersama membuat 'business process' karena Bappenas mengembangkan Prisma, Kemenkeu membuat SPAN, Kemendagri ada sistem Simda, belum lagi pemerintah daerah dan kabupaten mengembangkan masing-masing. Pengalaman kami waktu mengembangkan e-procurement ada pengumuman semuanya berhenti karena akan diberikan aplikasi gratis maka semua berhenti, mudah-mudahan e-planning dan e-budgeting bisa segera terwujud," jelas Agus.
Menurut Agus, dengan terintegrasinya e-planning dan e-budgeting serta e-procurement maka Indonesia berkesempatan untuk mengembangkan industri dalam negeri mengingat dari APBN 2019 sebesar Rp2.400 triliun, ada porsi sebesar Rp1.000 triliun yang digunakan untuk pembelian barang, jasa dan modal.
"Ketiga soal penegakan hukum, IPK (Indeks Persepsi Korupsi) kita mendapat nilai rendah dari 3 surveyor, salah satunya terkait pengadilan. Kita tidak ikut campur untuk urusan pengadilan tapi kami dapat memberi saran untuk tata kelola di Mahkamah Konstitusi yang hari ini sidang, sorenya langsung tayang. Kenapa tidak dilakukan juga di pengadilan oleh teman-teman MA (Mahkamah Agung)," kata Agus.
Agus juga meminta adanya penegakan hukum terpadu mulai polisi, jaksa, pengadilan sampai lapas.
"Terakhir reformasi birokrasi sangat penting dan kami sangat berharap, tidak ada penambahan organisasi baru. Kalaupun ada, mari kita lihat yang ada hari ini apa, kalau diambil contoh, ada 911 di AS perlu dibentuk 'Homeland Security' bukan menciptakan organisasi baru, tapi 'Homeland Security' adalah gabungan dari imigrasi, 'custom and border protection' dan 'coast guard'. Jadi, kalau mau efektifkan kerja kita dalam satu organisasi yang lebih baik," tambah Agus.
Dalam acara tersebut hadir para menteri Kabinet Kerja, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Jaksa Agung HM Prasetyo hingga para kepala daerah seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan para kepala daerah lainnya.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019