Temuan tersebut nampak kepermukaan karena adanya aktivitas pengerukan tanah pembangunan proyek jalan tol di ruas Malang ke Pandaan.
“Dengan adanya laporan dari masyarakat tersebut, Kepala BPCB Jawa Timur langsung menindaklanjutinya pada tanggal 5 Maret 2019 dengan memerintahkan koordinator Juru Pelihara wilayah Malang, Hariyanto, untuk melihat langsung kebenaran informasi itu dan melakukan koordinasi dengan Polsek Pakis untuk mengamankan temuan tersebut,” jelas Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
Pada 6 Maret 2019 tim Unit Penyelamatan dan Pengamanan BPCB Jawa Timur melakukan peninjauan ke lokasi. Lokasi temuan yang awal diperkirakan berlokasi di Kelurahan Madyopura, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, setelah ditinjau kembali secara administrasi, lokasi tersebut berada di Desa Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, dengan koordinat S 070 58’ 28. 0” E dan 1120 40’ 53” dengan ketinggian 486 meter di atas permukaan air laut.
Untuk menuju ke lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor. Lokasi penemuan terletak sekitar delapan kilometer ke arah timur laut dari alun-alun Kota Malang.
Dari hasil peninjauan diketahui bahwa struktur bata tersebut memiliki bentuk persegi dengan dimensi lebar 205 sentimeter, dan 110 sentimeter, yang tersusun atas 15 lapis bata.
Struktur bata tersebut dimungkinkan masih berlanjut ke arah barat daya arena level tanah eksisting masih belum direndahkan sedangkan sisi timur laut sudah terpotong dan tidak dapat lagi ditemukan.
Terdapat tiga jenis bata yang memiliki dimensi yang berbeda dan dianggap mewakili bata-bata tersebut, yakni bata pertama berukuran panjang 38 sentimeter, lebar 25 sentimeter, dan tebal 8 sentimeter.
Bata kedua berukuran panjang 32 sentimeter, lebar 23 sentimeter, dan tebal 6 sentimeter, dan bata ketiga berukuran panjang 35 sentimeter, dan lebar 20 sentimeter, serta tebal 7 sentimeter.
Struktur bata yang ditemukan tersebut merupakan bagian dinding kuno yang memiliki arah orientasi barat daya ke timur laut, dan kemungkinan besar masih berlanjut mengarah pada suatu struktur lain yang lebih luas dan besar di arah barat daya yang berada pada permukaan tanah dengan ketinggian 486 meter di atas permukaan laut (DPL).
Terkait dengan ukuran bata yang menyusun menunjukkan dimensi yang lebih besar dari ukuran bata yang ditemukan di situs Trowulan.
"Dapat disimpulkan sementara bahwa struktur bata tersebut berasal dari masa Pra-Majapahit dan berlangsung hingga masa Majapahit,” kata Hilmar.
Berdasarkan hasil identifikasi, maka temuan struktur saluran air bata kuno tersebut memenuhi kriteria sebagai cagar budaya berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Selain ditemukan struktur bata, Hilmar mengakui juga ditemukan dua fragmen porselin yang merupakan fragmen tutup guci dan fragmen sendok.
Berdasarkan analisis sementara, diduga porselin tersebut berasal dari masa Dinasti Ming. Fragmen tutup guci dibuat dengan bahan dan tingkat kerapatan yang halus dan berwarna biru muda. Warna ini sangat jarang ditemukan dalam artefak-artefak porselin di Jawa Timur.
Hilmar berharap kegiatan pembangunan proyek jalan tol ruas Malang ke Pandaan di sekitar lokasi temuan perlu dihentikan sementara, hingga menunggu tindakan dan rekomendasi pelestarian cagar budaya.
Hal ini juga perlu dilakukan koordinasi lanjutan dengan pihak Bina Marga Kabupaten Malang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Muspika Pakis, Desa Sekarpuro terkait dengan tindak lanjut pelestariannya.*
Baca juga: Cagar budaya Kota Malang terlindungi perda
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019