• Beranda
  • Berita
  • Pegawai MA sarankan "ngebom" hakim pengadilan Medan

Pegawai MA sarankan "ngebom" hakim pengadilan Medan

14 Maret 2019 13:50 WIB
Pegawai MA sarankan "ngebom" hakim pengadilan Medan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan tiga saksi untuk terdakwa hakim ad hoc tipikor Pengadilan Negeri Medan Merry Purba di pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (14/3). (Desca Lidya Natalia)

Tapi kan tidak 'nyambung' antara mengebom dan pengacara?, tanya Jaksa Luki

Kepala Seksi Evaluasi Litbang Diklat Mahkamah Agung (MA) Suhenda menyarankan untuk "mengebom" yang artinya memberikan uang kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menangani kasus Tamin Sukardi.

"Di BAP saudara mengatakan 'saya menyarankan Pak Tamin untuk mendekati hakimnya dan supaya dibom yang 'gede' saja', maksudnya apa?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Luki Dwi Nugroho di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

"Interpretasi saya untuk mencari penasihat hukum yang tangguh," jawab Suhenda.

Suhenda menjadi saksi untuk hakim Ad Hoc Tipikor PN Medan Merry Purba yang didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura (sekira Rp1,56 miliar) dari Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi melalui Helpandi selaku panitera. Tujuan pemberian itu adalah agar Tamin mendapat putusan bebas terkait kasus korupsi pengalihan tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa.

"Tapi kan tidak 'nyambung' antara mengebom dan pengacara?" tanya Jaksa Luki. Jaksa membacakan Berita Acara Pemriksaan (BAP) Suhenda berdasarkan rekaman percakapan telepon antara Suhenda dan Tamin Sukardi.

"Lebih banyak menggangu telepon saya," jawab Suhenda yang sudah kenal Tamin sejak 2003.

"Lalu di BAP saudara mengatakan 'Tamin tanya apa bisa mengurus lewat panitera, lalu saya mengatakan bisa lewat siapa saja asal bisa masuk ke hakim secara pasti', ini maksudnya apa?" tanya Jaksa Luki.

"Tidak tahu, terserah beliau, mau apa," jawab Suhenda berkelit.

"Apa ada kaitan dengan uang agar dikasih ke hakim jadi dibom yang gede yang penting hakim dipastikan menerima uang itu?" tanya jaksa lagi.

"Bukan, menenangkan beliau saja," jawab Suhenda.

"Dalam BAP saudara juga mengatakan Tamin meminta saran kalau dia diputus bersalah bagaimana menghadapinya, masa saudara menyarankan untuk mencari pengacara yang tangguh kan Tamin sudah punya pengacara sendiri?" tanya Jaksa.

"Biar pengacara yang mengurus dia," jawab Suhenda.

"Dalam BAP selanjutnya saudara mengatakan kalau hakim sudah menerima uang dari Tamin maka hakim tidak akan berani untuk menolak permintaan, jadi itu tanggung jawab hakim, jadi saya menyarankan agar bom saja sekalian. Ini bagaimana?" tanya Jaksa Luki.

"Di pikiran saya adalah mencari penasihat hukum yang tangguh saja," jawab Suhenda tetap berkelit.

"Itu terserah saudara saja, tapi dalam BAP saudara kembali mengatakan pada 27 Agustus 2018 Tamin menghubungi saudara terkait putusan Tamin yang dihukum 6 tahun dan akan banding? Tamin bertanya siapa wakil ketua Pengadilan Tinggi (PT) karena Tamin berpendapat yang berwenang wakil ketua PT dan saudara mengatakan saya kenal beberapa seperti Bu Albertina Ho, ini benar?" tanya jaksa Luki.

"Saya kenal Bu Albertina Ho karena diundang sebagai narasumber di litbang kita tapi saya mengatakan itu hanya menenangkan Pak Tamin," jawab Suhenda.

Dalam perkara tersebut, Tamin Sukardi divonis bersalah pada 27 Agustus 2018 dan dijatuhi pidana 6 tahun, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp132,468 miliar. hakim Merry Purba menyatakan "dissenting opinion" yaitu dakwaan tidak terbukti dengan adalan sudah ada putusan perdata berkekuatan hukum tetap.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019