Pemahaman yang salah tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual perlu diluruskan, kata Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Vennetia R. Dannes.Upaya meluruskan informasi tidak boleh berhenti karena kelompok yang kontra juga tidak pernah berhenti melakukan kampanye negatif untuk membingkai pemikiran masyarakat melalui berbagai cara
"Terkait pandangan kalangan yang menentang, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk meluruskan dan menyampaikan yang benar," kata dia dalam Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sama sekali bukan hasil pemikiran yang berhaluan Barat, seperti liberal, mendukung perzinaan, seks bebas, penyimpangan seksual, prostitusi, aborsi, dan konotasi negatif lainnya.
Ia juga mengatakan bahwa tidak ada maksud sedikit pun dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk menghancurkan kehidupan berkeluarga di Indonesia, sebagaimana dituduhkan kelompok-kelompok yang menentang.
"Sebaliknya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan kilas balik dari data dan fakta kekerasan seksual yang masih marak dan tinggi di Indonesia," tuturnya.
Menurut Vennetia, semua tudingan yang provokatif dan negatif tersebut perlu diimbangi dengan penyebaran informasi muatan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sebenarnya untuk meningkat pemahaman positif yang menciptakan ketenangan di masyarakat.
"Upaya meluruskan informasi tidak boleh berhenti karena kelompok yang kontra juga tidak pernah berhenti melakukan kampanye negatif untuk membingkai pemikiran masyarakat melalui berbagai cara," katanya.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga Ali Khasan mengatakan kekerasan seksual di Indonesia, terutama terhadap perempuan dan anak, sudah mencemaskan karena kasusnya cenderung meningkat.
"Karena itu, perlu payung hukum yang bersifat 'lex specialis' melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," katanya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengadakan Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dengan menghadirkan tiga narasumber.
Ketiga narasumber itu, komisioner Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan Sri Nurherwati, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Profesor Topo Santoso, dan pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Tauhid Arjawinangun Cirebon K.H. Husein Muhammad.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019