Pasal di draf Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang memuat ancaman pidana bagi peneliti harus ditinjau kembali, demi menjamin iklim penelitian yang kondusif, kata Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Profesor Satryo Brodjonegoro.Penelitian itu bukan kegiatan kriminal. Tidak bisa disanksi pidana. Kalau pun ada pelanggaran yang sifatnya pidana, tindaklah sesuai aturan hukum yang berlaku
"Pasalnya pasal tersebut akan menimbulkan ketakutan di kalangan peneliti sehingga menghambat kolaborasi riset peneliti lokal dengan peneliti asing," katanya di Jakarta, Kamis.
Pasal yang dipermasalahkan adalah Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77 draf RUU Sisnas Iptek.
Menurut dia, bila pasal-pasal tersebut ditetapkan menjadi undang-undang, peraturan tersebut hanya akan menghambat kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Tanah Air.
"Penelitian sekarang itu tidak mungkin lagi dikerjakan sendiri, harus ada kolaborasi, baik sesama peneliti Indonesia maupun dengan peneliti asing," katanya.
Menurut dia, sanksi pidana justru kontraproduktif dengan upaya Indonesia untuk mendorong kolaborasi riset internasional.
Bahkan, katanya, adanya pasal sanksi khusus bagi peneliti asing akan membuat Indonesia terkesan tidak bersahabat.
Satryo menjelaskan bahwa tidak semestinya penelitian diancam dengan sanksi pidana.
"Penelitian itu bukan kegiatan kriminal. Tidak bisa disanksi pidana. Kalau pun ada pelanggaran yang sifatnya pidana, tindaklah sesuai aturan hukum yang berlaku," katanya.
Pihaknya pun meminta ancaman sanksi pidana di draf RUU Sisnas Iptek dihapuskan demi menjamin iklim penelitian yang kondusif di Indonesia.
Sebagai gantinya, ia menyarankan sanksi diarahkan ke sanksi administratif yang menyasar aktivitas riset tertentu.
Pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan secara perorangan dalam penelitian, katanya, sebaiknya ditindak berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam KUHP dan KUHAP.
"Persentase pelanggaran sangat kecil, satu berbanding satu juta. (Penelitian, red.) yang baik sangat banyak. Jangan sampai yang kurang baik ini mencederai seolah semua penelitian jelek," katanya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019