Serangan, ledakan, penembakan dan bentrokan bukan hal asing bagi koresponden veteran The Sunday Times Marie Colvin, demikian tayangan film biografi "A Private War" di bioskop di Jakarta, pekan ketiga Maret.
Marie Colvin (Rosamund Pike) tidak suka berada di zona perang, tapi tempat berbahaya tersebut bagai magnet untuk jurnalis perang Amerika yang bekerja di surat kabar Inggris itu.
Menjadi saksi mata di berbagai medan perang harus dibayar Marie dengan kehilangan satu mata yang terluka akibat serangan granat di Sri Lanka.
Semenjak itu, Marie selalu mengenakan penutup mata, layaknya bajak laut. Tapi, dia seakan tidak kapok untuk terjun ke zona perang lain.
Bersama fotografer Paul Conroy (Jamie Dornan), Marie menyampaikan kisah-kisah warga sipil yang jadi korban tak bersalah dari perang hingga mengungkap pelecehan seksual yang menimpa perempuan-perempuan di daerah konflik.
Jurnalis peraih penghargaan British Press Award itu berhadapan dengan Muammar Gaddafi dalam sebuah wawancara ketika meliput situasi konflik di Baghdad hingga Homs di Suriah. Itulah liputan terakhirnya karena nyawanya direnggut di sana akibat serangan bom.
Beberapa jam sebelum kematiannya pada usia 56 tahun, Marie tampil di program berita Amerika dan Inggris, melaporkan pengalaman mengerikan melihat balita Suriah kehilangan nyawa akibat serangan militer.
Film berdurasi satu jam 50 menit itu menghadirkan adegan-adegan yang membuat jantung berdegup kencang dan menguras adrenalin, apalagi cerita yang disuguhkan diangkat dari kisah nyata.
Aktris Rosamund Pike betul-betul berubah drastis dalam menghayati peran Marie Colvin.
Lupakan sosok perempuan rapi dan menawan di film "Gone Girl" karena di "A Private War", Rosamund tampil sangat berbeda.
Gaya rambutnya berantakan, suara yang berat akibat terlalu banyak merokok serta jiwa yang terguncang akibat melihat banyak hal-hal traumatis di medan perang.
"A Private War" bukan cuma bercerita tentang perang yang dilihat oleh Marie Colvin, tetapi pergulatannya menghadapi diri sendiri, gangguan stres pascatrauma (PTSD) atas apa yang dilihatnya selama jadi jurnalis perang, profesi yang melekat hingga akhir hayatnya.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019