Rumah Detensi Imigrasi Pekanbaru, Provinsi Riau menangkap tiga pengungsi asal Afghanistan karena melanggar tata tertib, yaitu melakukan perzinaan dengan warga negara Indonesia.
“Mereka berstatus pengungsi, walaupun begitu ketika mereka melakukan pelanggaran bukan berarti mereka kebal hukum di negara kita, karena ini termasuk pelanggaran berat,” kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru Junior Sigalingging, di Pekanbaru, Jumat.
Tiga pengungsi Afghanistan yang melakukan perbuatan asusila tersebut bernama Esmatullah Gulami, Ahmad Shah Rezaie, dan Mustafa Ahmadi. Dalam data Rudenim, mereka rata-rata berusia 21 hingga 26 tahun dengan badan atletis dan berkulit putih bersih.
Rudenim Pekanbaru sempat memperlihatkan pengungsi bermasalah itu, namun mereka diminta memakai masker untuk menutupi hidung dan mulutnyta. Namun, wartawan tidak diberikan kesempatan untuk mewawancarai mereka.
Kasus Esmatullah Ghulami terjadi pada 25 Februari 2019 pukul 20.30 WIB yang terpergok petugas membawa kendaraan bermotor dengan seorang wanita Indonesia. Pengungsi berusia 21 tahun ini sempat melawan petugas ketika dimintai keterangan.
Kasus Ahmad Shah Rezaie lebih menghebohkan lagi, karena video hubungan percintaannya dengan wanita Indonesia yang sudah bersuami beredar luas "viral" di Youtube. Berdasarkan laporan masyarakat yang resah atas perilaku pengungsi tersebut, Rudenim Pekanbaru menurunkan tim untuk menyelidiki kasus terhadap pria berumur 22 tahun itu.
“Setelah dilakukan komunikasi, yang bersangkutan (pengungsi) mengakui benar bahwa memiliki hubungan khusus dengan wanita tersebut,” kata Junior.
Kasus ketiga melibatkan pengungsi bernama Mustafa Ahmadi, 25 tahun. Rudenim Pekanbaru mendapat laporan dari warga bernama Aeric Lizer Situmorang pada 13 Maret 2019 yang mendatangi rumah pengungsi di Wisma Tasqya. Pelapor membawa massa mencari Mustafa karena imigran Afghanistan itu menjalin hubungan asmara dengan istrinya. Pelapor juga berencana untuk melanjutkan proses hukum ke pihak kepolisian.
Seluruh pengungsi yang bermasalah tersebut dipindahkan Rudenim dari rumah penampungan dan ditempatkan di ruang khusus yang terisolir di Gedung Rudenim Pekanbaru.
Menurut dia, potensi terjadi tindak pelanggaran asusila ini terjadi karena sudah banyak pengungsi Afghanistan bisa berbahasa Indonesia. Mereka mayoritas sudah lebih dari lima tahun tinggal di Pekanbaru, dan ditempatkan pada sembilan rumah-rumah penampungan pengungsian. Pengungsi juga bisa bebas berkeliaran di luar rumah penampungan dengan batas jam yang ditentukan.
“Mereka ketika diperiksa ngakunya berteman biasa. Tapi setelah ditelusuri, dan ditemukan ‘chat’ (obrolan) di handphone ketahuan kalau hubungannya sudah asusila,” katanya lagi.
Ia mengatakan Rudenim Pekanbaru merekomendasikan kepada lembaga IOM (International Organization for Migration) selaku perwakilan Organisasi PBB penanganan pengunngsi (UNHCR) agar pengungsi yang melakukan pelanggaran berat itu dipindahkan dari wilayah kerja Rudenim Pekanbaru.
“Wilayah kerja Rudenim Pekanbaru meliputi Jambi, Sumatera Barat, dan Riau. Kalau ada tempat, biar IOM cari ke Jakarta, Tanjung Pinang, dan Medan,” katanya.
Pada saat ini Rudenim Pekanbaru juga tengah menangani satu kasus pelanggaran tata tertib yang dilakukan pengungsi Afghanistan bernama Qurban Ali Ibrahim. Lelaki 22 tahun ini diamankan karena dua hari pergi dari rumah pengungsian di Wisma D'Cops tanpa melapor ke pihak sekuriti tempat akomodasi itu. Qurban kini juga menghuni ruang khusus di Rudenim Pekanbaru.
"Kurungan ini tidak ada batasnya. Sekali lagi di Rudenim ini dalam rangka pembinaan, tak ada seperti di lapas ada sekian bulan sekian tahun," kata Junior.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019