Aryana masih sering pulang dan memberikan semangat kepada kaum perempuan lewat musiknya, perpaduan antara lagu-lagu pop dan tradisional, di negaranya yang masih memberlakukan pembatasan-pembatasan.
"Sungguh sulit bagi saya sebagai penyanyi untuk melakukan tugas saya di Afghanistan dengan tekanan yang ada di benak saya, ancaman-ancaman yang saya terima, serangan-serangan di media sosial," kata dia dalam wawancara di Kabul. "Saya menerima pesan-pesan, yang pasti membuat takut."
Aryana, biasa ia disapa, pekan lalu selesai pentas di acara Bintang Afghanistan, kompetisi menyanyi yang disiarkan televisi.
Pada tahun 2017, Aryana membuat heboh orang-orang Afghanistan yang konservatif ketika ia berpose dengan mengenakan gaun berwarna-warni di satu konser Paris. Para tokoh agama mengancam akan membunuhnya jika kembali untuk tampil di sebuah konser yang sudah dijadwalkan di Kabul.
Kenyataannya dia tampil bernyanyi untuk menghibur.
"Orang-orang senang mendengar suaranya. Tetapi mereka tidak suka dia," kata pembuat film Sadamn Wahidi, yang mengerjakan film dokumenter tentang Aryana, yang sering dibandingkan dengan bintang reality show Hollywood Kim Kardashian.
Keberhasilan Aryana di Afghanistan dan di antara orang-orang Afghanistan yang tinggal di luar negeri melukiskan betapa banyak perubahan terhadap perlakuan kepada kaum perempuan sejak penggulingan Taliban tahun 2001 oleh pasukan pimpinan Amerika Serikat. Tetapi kecaman pedas yang diterimanya menunjukkan beberapa hal masih belum berubah banyak.
Penyanyi itu dilahirkan 34 tahun lalu di Kabul. Keluarganya meninggalkan Afghanistan ketika terjadi perang saudara, menuju Pakistan dan kemudian ke Swiss. Saat itu ia masih berumur 8 tahun. Setelah perkara suaka keluarga itu ditolak, mereka membayar penyelundup untuk sampai ke London, dan bermukim di sana hingga kini.
Sumber: Reuters
Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019