Kemenristekdikti cabut izin 11 PTS di Sulawesi

18 Maret 2019 14:33 WIB
Kemenristekdikti cabut izin 11 PTS di Sulawesi
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir memberikan pemaparan saat membuka Rapat Kerja Daerah Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah XIV Papua dan Papua Barat di Yogyakarta, Rabu (7/3/2018). Rapat kerja yang diikuti oleh perwakilan dari puluhan perguruan tinggi yang berada di Papua dan Papua Barat itu menjadi salah satu media komunikasi untuk mengembangkan kualitas dan fasilitas perguruan tinggi di Papua dan Papua Barat. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti pada awal bulan Februari 2019 telah menandatangani 11 Surat Keputusan yang mencabut Izin pendirian 11 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Sulawesi.

Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IX Sulawesi, Jasruddin di Makassar, Senin, mengatakan 11 PTS yang dicabut izinnya oleh Kemenristekdikti karena selama ini sudah tidak mampu melakukan aktivitas akademik sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).

Salah satu penyebab hal tersebut adalah rendahnya jumlah peminat program studi yang ditawarkan PTS tersebut sehingga PTS tidak mampu membiayai operasional PTS dan tidak dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas," katanya.

"Saya mengimbau agar PTS di Sulawesi tidak ragu untuk menutup program studi yang sudah tidak laku lagi, dan membuka program studi kekinian yang relevan dengan kondisi kita saat ini yang memasuki era Revolusi Industri 4.0,"lanjut Jasruddin.

Adapun 11 PTS yang dicabut izinnya itu masing-masing Sekolah Tinggi Teknologi Dirgantara (Makassar), Akademi Sekretari dan Manajemen Yapika (Makassar), Akademi Teknologi Otomotif Makassar (Makassar), Akademi Pertambangan Makassar (Makassar).

Selanjutnya Akademi Ilmu Kepariwisataan dan Perhotelan Indonesia (Makassar), Politeknik "Nur Badar" (Makassar)
7. Akademi Keperawatan Kabupaten Wajo (Wajo), Akademi Pariwisata Dian Rana Rantepao (Toraja Utara), Akademi Pariwisata Kendari (Kendari)
10. Akademi Bahasa Asing Barakati (Kendari), serta Akademi Pariwisata Airmadidi di Minahasa Utara.

Ia menjelaskan, berdasarkan data dari Kemenristekdikti, dari 3128 PTS yang ada di Indonesia, sekira 14 persen diantaranya berada dalam kondisi yang tidak sehat karena tidak mampu membiayai operasional pendidikannya dan tidak mampu memberikan pelayanan sesuai dengan SNPT.

Oleh karena itu melalui Peraturan Menristekdikti Nomor 3 Tahun 2018 yang kemudian diperbaharui melalui Permenristekdikti Nomor 51 Tahun 2018, Kemenristekdikti mendorong agar PTS-PTS khususnya yang berada di dalam naungan Yayasan yang sama untuk melakukan penggabungan atau penyatuan agar pengelolaan PTS tersebut lebih efektif dan efisien.

"Seperti dalam dunia bisnis, salah satu upaya penyehatan korporasi adalah melalui merger dan akuisisi. Di dunia pendidikan tinggi kita juga menerapkan strategi yang sama agar PTS yang bergabung atau menyatu dapat lebih sehat dan lebih berkualitas," ujarnya.

Jasruddin menjelaskan bahwa sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden, Kemenristekdikti saat ini melakukan reformasi dan deregulasi di bidang layanan perizinan, dimana banyak peraturan yang selama ini menghambat perkembangan Perguruan Tinggi telah disederhanakan dan disesuaikan dengan kondisi real di masyarakat.

"Kebijakan dasar Kementerian saat ini adalah semua proses perizinan dipercepat, namun monitoring dan evaluasi yang diperketat", tegas Jasruddin.

Oleh karena ini, Jasruddin menghimbau masyarakat untuk aktif menyampaikan informasi kepada Kemenristekdikti atau LLDIKTI apabila melihat PTS yang melakukan pelanggaran atau tidak memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan SNPT.

"Apabila masyarakat memiliki informasi PTS yang sudah dicabut izinnya namun masih beroperasi, atau PTS melakukan pelanggaran misalnya jual beli ijazah palsu atau menyelenggarakan kelas jauh tanpa izin, maka dapat melaporkan ke LLDikti Wilayah IX Sulawesi melalui website www.lapor.go.id," sebutnya.

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019