"Kalau perang tarif pasti akan ada, namun di batas minimum," ujar Darmaningtyas saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa dengan adanya aturan ojek online yang diundangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 ini terdapat batas tarif bawah dan penentuan komisi yang harus dibayarkan oleh pengemudi ojek online.
"Jadi dalam peraturan menteri ini, hal-hal yang diatur dalam tarif hanya menyangkut biaya langsung. Biaya langsung di sini artinya biaya yang dikeluarkan oleh pengemudi," tutur Darmaningtyas.
Dia juga menambahkan biaya tidak langsung yakni penyewaan aplikasi, akan ditentukan oleh aplikator sendiri. "Perang tarifnya tidak akan semeriah dulu, namun perang tarif masih akan ada," katanya.
Menurut pengamat transportasi tersebut, perangnya bisa di area biaya tidak langsung. Bisa saja salah satu pengelola ojek online menetapkan biaya tidak langsung atau pungutan yang dikenakan kepada driver sebesar 10 persen misalnya, sedangkan pengelola ojek online lainnya bisa menerapkan pungutan yang lebih rendah lagi dari itu. Perang tarif kemungkinan akan terjadi di situ.
Selain itu mungkin akan ada juga aplikator atau pengelola ojek online yang meniadakan sama sekali biaya tidak langsung, dengan mencari keuntungan melalui pemasangan iklan dan sebagainya.
"Kemungkinan pengelola-pengelola ojek online akan saling intip terkait pengenaan tarif biaya tidak langsung tersebut," kata Darmaningtyas.
Terkait dengan kemungkinan turunnya animo masyarakat akibat minimnya perang tarif dikarenakan munculnya peraturan menteri mengenai ojek online, Darmaningtyas menepis hal tersebut.
"Saya kira tidak, karena konsumen-konsumen yang menggunakan ojek online itu sebetulnya demi menghindari kemacetan. Jadi biaya bagi konsumen tidak begitu menjadi perhatian utama," tuturnya.***1*** (KR-AJI)
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019