Ia memilih menggunakan kapal miliknya sendiri menuju Kantor Camat meski biaya bahan bakarnya besar. Ongkos yang dia dapat sebagai petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak seberapa jika dibandingkan bahan bakar yang dia perlukan untuk ke pulau itu.
"Butuh BBM 12 liter. Itu sekitar Rp120.000 hingga Rp135.000. Kalau ongkos yang disiapkan Rp50.000, itu untuk mengantar dokumen," kata dia.
Bukannya karena sok atau untuk gagah-gagahan, Amir memang harus membawa kapal sendiri ke Kantor Camat yang berada di pulau sebelah itu, mengingat waktu rapat yang sering berlarut-larut dan tidak sesuai dengan jadwal kapal tumpangan.
"Rapat PPK itu suka molor dan waktunya tidak tentu. Sedangkan untuk ikut kapal tumpangan, jam 11 pagi sudah harus pulang lagi. Jadwalnya tidak pas," kata dia.
Untuk mencapai Pulau Belakangpadang dibutuhkan waktu sekitar 1 jam.
Amir Umar adalah Ketua PPS Kelurahan Pemping, satu pulau terdepan Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Belakang Padang Kota Batam, menghadap langsung ke Singapura. Dari Pulau Pemping, langsung nampak gedung-gedung pencakar langit di negara seberang.
Sebagian rumah yang berdiri di sepanjang pesisir hingga ke tengah Pulau Pemping berdinding kayu dengan aliran listrik dan air yang terbatas. Itu semua berbanding terbalik dengan Pulau Sentosa, Singapura, yang hanya berjarak sekitar 18 km.
Baca juga: Pemilu adalah kegembiraan orang-orang pulau
Baca juga: Ketua KPU RI: kesiapan pemilu sudah 80 persen
Baca juga: KPU RI minta kinerja PPK dan PPS dievaluasi
Gemerlap Singapura
Tapi jangan remehkan Pulau Pemping, meski nampak tak berdaya, justru warganya memiliki "kuasa" atas gemerlapnya Singapura. Karena di pulau itu terdapat transmisi gas. Pulau itu juga menjadi landasan pipa terakhir, sebelum bahan bakar itu disalurkan ke negara jiran tersebut.
"Kuasa" yang besar tidak membuat masyarakat Pulau Pemping pongah. Mereka tetaplah nelayan bersahaja, yang ke luar tiap malam untuk mencari ikan di perairan perbatasan Indonesia-Singapura.
Berada di kawasan perbatasan, dengan "serangan" sinyal telepon, siaran televisi dan radio dari Singapura tidak membuat warga Pulau Pemping kehilangan rasa nasionalismenya.
Mereka tetap mengikuti perkembangan dalam negeri, bahkan hingga politik nasional, yang kerap kali memanas saat menjelang Pemilu 2019. Perbincangan politik kerap mewarnai obrolan saat mereka melaut.
"Meskipun Pulau Pemping termasuk pulau terluar, Alhamdulillah, kesadaran masyarakat akan Pemilu sangat tinggi," kata Ketua Panitia Pemungutan Suara Kelurahan Pemping, Amir Umar.
Di Kelurahan Pemping terdapat 703 warga yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap, dengan 3 TPS yang berada di Pulau Pemping dan Pulau Labun.
Amir Umar mengaku tidak sulit melakukan pendataan dan sosialisasi tahapan pemilu kepada masyarakat di Pulau Pemping dan Pulau Labun, yang masuk wilayah kerjanya. Karena mayoritas warga sudah melek teknologi. Masyarakat sudah familiar dengan pemilu dari media sosial, dan juga berita melalui media daring.
"Kalau yang muda-muda, sampai 40-an tahun sudah biasa pakai media sosial. Tinggal orang-orang tua. Tapi itu juga tidak susah," kata dia.
Menurut Amir Umar, antusiasme masyarakat akan pemilu sangat tinggi, apalagi untuk pemilihan calon anggota legislatif yang melibatkan warga setempat.
Banyak partai yang mengusung putra daerah dalam Pemilu Legislatif, sehingga masyarakat setempat ikut berlomba-lomba mempromosikan kerabatnya.
"Karena di sini saling mengenal. Banyak anak pulau yang ikut, ini membuat masyarakat antusias," kata dia.
Seperti yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah 2015, masyarakat antusias karena merasa memiliki kedekatan dengan pasangan calon tertentu, hingga tingkat partisipasi pemilihnya mencapai 90 persen.
Baca juga: Bawaslu: PPS, PPK paling rawan kecurangan
Baca juga: Bawaslu Kepulauan Riau ingatkan KPU persiapkan data valid pemilih
Kelurahan Galang
Bila di Kelurahan Pemping Kecamatan Galang, PPS relatif tidak memiliki tantangan, karena akses teknologi relatif bagus, maka di Kelurahan Galang Baru, PPS harus mendatangi rumah warga satu-persatu untuk sosialisasi pemilu.
Itu yang harus dilakoni anggota PPS Kelurahan Galang Baru E Arsendra A Saputra. Dengan bermodalkan sampan dan dayung, ia mendatangi rumah-rumah warga di pesisir Pulau Pasir Putih dan Pulau Seberang.
"Ya memang harus didatangi satu-satu. Kalau di sini harus mendayung, memberi tahu kapan waktunya pemilu, diingatkan kembali agar mereka tidak melaut, meluangkan waktu untuk datang," kata pria yang juga Ketua RT1/03 Kelurahan Galang Baru itu.
Pulau Pasir Putih di Pulau Galang berlokasi di Kota Batam bagian selatan. Untuk mencapainya, kita harus menyisiri 6 rangkaian jembatan dari pulau utama, kemudian menaiki sampan sekitar 20 menit.
Karena lokasinya yang relatif jauh, akses jaringan telepon seluler di sini pun sulit. Sehingga, sosialisasi pemilu memang harus dilakukan dari pintu ke pintu.
Kesulitan selanjutnya, kata Putra melanjutkan, kebanyakan masyarakat di sana adalah warga Suku Laut, yang waktu di laut lebih banyak ketimbang di darat.
"Jadi kadang, kalau mau disinggahi, mereka tidak ada, sedang ke pulau lain atau sedang ke laut. Sering seperti itu, sehingga harus didatangi berulang kali," kata dia.
Namun, Putra tetap gigih. Ia ingin seluruh warga memanfaatkan haknya pada Pemilu mendatang.
Kegigihan Putra pun diakui warga, Madi, yang menyatakan Ketua RT-nya itu rajin bersilaturahmi menyampaikan berbagai program pemerintah, termasuk Pemilu.
"Kalau Putra sering datang, kami jadi tahu banyak apa yang terjadi," kata Madi.
Baca juga: KPU Luncurkan Film tentang Pemilu 2019 berjudul "Suara April"
Baca juga: KPU larang petugas publikasikan surat suara di medsos
Kendala komunikasi
Komisioner Bidang Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batam Zaki Setiawan mengakui minimnya fasilitas komunikasi di pulau menjadi kendala utama dalam sosialisasi pemilu di pulau-pulau penyangga.
"Kalau di mainland (daratan) sosialisasi banyak dilakukan melalui media sosial, juga web milik KPU. Tapi kalau hinterland (kawasan penyangga) enggak bisa, jaringannya susah, sehingga memang harus sering datang untuk komunikasi tatap muka," kata dia.
Meski begitu, ia mengatakan kendala itu tidak menjadi berarti, karena komunikasi antarmasyarakat di pulau relatif baik. Masyarakat masih bersifat kekeluargaan yang saling mengenal, sehingga setiap informasi yang disampaikan tersosialisasi dengan baik dari mulut ke mulut.
Antusiasme masyarakat pulau mengikuti pemilu pun relatif lebih baik ketimbang warga kota, terlihat dari angka partisipasi pemilih.
"Pada Pileg 2014, tingkat partisipasi pemilih di Kota Batam 62,93 persen. Sementara tingkat partisipasi pemilih di daerah hinterland, Galang 73,29 persen, Bulang 71,21 persen, dan Belakangpadang 71,27 persen," kata dia.
Dan pada Pilpres 2014, tingkat partisipasi pemilih di Kota Batam sekitar 54 persen. Sementara di kecamatan-kecamatan pulau penyangga, Galang 64,91 persen, Bulang 66,14 persen, dan Belakangpadang 63,87 persen.
Kemudian, pada Pilkada 2015, tingkat partisipasi pemilih di Kota Batam sekitar 47 persen. Sementara di hinterland, Galang mencapai 70,92 persen, Bulang 64,83 persen, dan Belakangpadang 56,23 persen.
"Partisipasi pemilih di hinterland lebih baik ketimbang di mainland," kata dia.
Pemilu 2019, KPU DPT Batam mencapai 650.876 pemilih, dan 34.838 di antaranya adalah masyarakat yang tinggal di kecamatan penyangga, Galang sebanyak 11.746 pemilih, Belakangpadang sebanyak 15.313 pemilih dan Bulang sebanyak 7.779 pemilih.
Baca juga: KPU berharap relawan demokrasi tumbuhkan kesadaran pentingnya pemilu
Baca juga: Pemilu adalah kegembiraan orang-orang pulau
Pewarta: Yunianti Jannatun Naim
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019