Data dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit tuberkulosis bisa mencapai Rp136,7 miliar karena biaya yang dikeluarkan dan penduduk usia produktif tidak bekerja.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu dalam keterangannya kepada wartawan di kantor Kemenkes Jakarta, Selasa (19/3), mengatakan angka tersebut total dari kerugian akibat kasus TB sebesar Rp130,5 miliar dan TB kebal obat (MDR) Rp6,2 miliar.
Wiendra mengatakan sebagian besar kasus TBC dialami oleh penduduk usia produktif. Sebanyak 78 persen pasien TB MDR kehilangan pendapatannya dan 38 persen hal tersebut juga terjadi pada pasien TB.
Selain itu, sebanyak 53 persen penderita TB MDR juga kehilangan pekerjaannya, dan hal serupa dialami oleh 26 persen penderita TB.
Wiendra memaparkan bahwa tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia. Sebanyak 44 kematian terjadi per 100 ribu penduduk akibat TB setiap tahun.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan merancang peta jalan eradikasi penyakit TB di Indonesia dengan tidak ada kasus baru tahun 2050.
Hal tersebut dilakukan dengan upaya mereduksi kasus TB pada 2020 melalui peningkatan rasio deteksi kasus lebih dari 70 persen pada 2020, tahap eliminasi pada 2030 dengan insiden dan mortalitas akibat TB menurun 80 persen dan 90 persen.
“Prinsip dan strategi program tuberkulosis tahun 2015-2020 dengan penguatan program TB di kabupaten-kota, peningkatan akses layanan tuberkulosis yang bermutu, pengendalian faktor risiko, peningkatan peran TBC melalui Forum Koordinasi TBC, peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TBC, serta penguatan manajemen di kabupaten-kota dan provinsi,” kata Wiendra.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019