Pemerintah Indonesia menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa untuk ikut membantu proses negosiasi dan diplomasi kepada UE terkait tindakan diskriminasi terhadap produk kelapa sawit dan turunannya.Kami khawatir apabila diskriminasi terhadap kelapa sawit terus berlanjut, akan memengaruhi hubungan baik Indonesia dan Uni Eropa yang telah terjalin sejak lama
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan posisi keras Pemerintah RI dalam menanggapi konsep Delegated Act RED II oleh Komisi Eropa yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change).
"Kami mengerti bahwa upaya-upaya 'unfair treatment' ini beranjut, bisa memengaruhi hubungan baik antara Uni Eropa dengan Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia meminta dukungan penuh dunia usaha, terutama dari UE, kalau dari negara lain tidak terlalu sulit," kata Menko Darmin saat Press Briefing Diskriminasi Sawit di Kementerian Luar Negeri Jakarta, Rabu.
Darmin menjelaskan kelapa sawit bagi Indonesia merupakan komoditas yang sangat penting, yang tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai 17,89 miliar dolar AS pada 2018.
Industri ini berkontribusi hingga 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto, serta menyerap 19,5 juta tenaga kerja, termasuk 4 juta petani kelapa sawit di dalamnya.
Selain itu, kelapa sawit juga menjadi bagian penting dalam strategi pemenuhan kebutuhan energi nasional menggantikan bahan bakar fosil. Target produksinya mencapai 9,1 juta KL yang dijalankan melalui program mandatori biodiesel (B-20) sejak tahun 2015.
Menko Darmin menggarisbawahi hubungan baik antara Indonesia dan Uni Eropa yang sudah terjalin sejak lama, terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini terefleksi dalam perdagangan dan investasi.
Kemitraan strategis antara ASEAN dan Uni Eropa saat ini ditunda dan Indonesia akan mengkaji ulang hubungan bilateral dengan negara-negara anggota Uni Eropa yang mendukung tindakan-tindakan diskriminatif yang diusulkan oleh Komisi Eropa tersebut.
"Kami khawatir apabila diskriminasi terhadap kelapa sawit terus berlanjut, akan memengaruhi hubungan baik Indonesia dan Uni Eropa yang telah terjalin sejak lama. Terlebih saat ini, kita sedang melakukan pembahasan intensif pada perundingan Indonesia-Uni Eropa CEPA," tambah Darmin.
Senada dengan Menko Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan dampak positif dari kelapa sawit terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Tidak hanya itu, ia juga menyoroti komitmen pemerintah terhadap isu lingkungan.
"Jika kita didiskriminasikan begini dan hampir sekitar 20 juta rakyat kita terutama petani kecil ikut terdampak, tentu kita akan bereaksi. Apalagi kita bukan negara miskin, kita negara berkembang dan punya potensi yang bagus," tegas Luhut.
Indonesia pun akan terus berkolaborasi dengan negara-negara produsen kelapa sawit dalam kerangka organisasi CPOPC dan ASEAN. Tidak hanya untuk mempromosikan keberlanjutan kelapa sawit, tetapi juga untuk mendorong posisi bersama melawan aksi diskriminatif Komisi Eropa.
Pemerintah pun terus bekerja bersama untuk menghentikan proses pengesahan Delegated Act RED II yang secara jelas mendiskriminasi kelapa sawit dari minyak nabati lainnya.
Baca juga: Indonesia pertimbangkan larang produk UE akibat diskriminasi sawit
Baca juga: Luhut: Indonesia akan lawan Uni Eropa terkait diskriminasi sawit
Baca juga: Indonesia minta dukungan Cheko hapus diskriminasi sawit di Eropa
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019