Bersama kawan-kawannya, salah satunya Erlan, Yanto biasa berlayar pukul 15.00 dan baru kembali ke darat pukul 06.00 keesokan harinya.
Mereka kerap berpindah tempat saat melaut. Jika di Ranai sepi ikan, Yanto dan nelayan lainnya pindah ke Selat Lampa, yang bisa memakan waktu sekitar tiga jam dengan kapal mereka.
Tangkapan para nelayan itu berganti-ganti, sesuai musim.
Beberapa waktu belakangan mereka mengaku mendapat lebih banyak gurita setelah kapal asing yang menangkap ikan di Indonesia secara ilegal, diledakkan.
"Sejak kapal Thailand ditenggelamkan Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti), gurita jadi lebih banyak," kata Yanto, saat ditemui di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Rabu (20/3).
Salah satu kebiasaan nelayan Natuna sebelum pergi melaut adalah melihat ke arah Gunung Ranai. Kalau hari itu cerah, banyak awan di sekitar gunung, pertanda mereka bisa ke laut.
Jika tidak ada awan, artinya angin kencang, mereka memutuskan tidak melaut. Kebiasaan itu masih dilakukan hingga beberapa bulan belakangan.
Kini, para nelayan punya alat baru untuk memprediksi kapan bisa melaut. "Kami sekarang pakai hape (ponsel), jadi, dikasih tahu ada aplikasi," kata Erlan.
Sejak tiga bulan terakhir, Erlan dan rekan-rekannya sesama nelayan memanfaatkan beberapa aplikasi untuk menaksir angin, arah angin dan berapa kecepatannya.
"Dikasih tahu kawan-kawan," kata Yanto, yang juga mengembangkan kebiasaan sama memanfaatkan teknologi untuk menangkap ikan.
Erlan dan Yanto mencontohkan bagaimana cara menggunakan aplikasi di ponsel sebelum melaut. Mereka mengecek kecepatan dan arah angin melalui aplikasi Windy.
Jika dirasa aman, Erlan, Yanto, dan teman-temannya akan pergi berlayar seperti biasa. Sebelum pulang ke darat, mereka melihat aplikasi Fishing Point untuk memanfaatkan layanan navigasi dan arah angin.
"Kami terbantu, lebih mudah. Kalau angin kencang, tidak usah melaut," kata Erlan.
Alat bantu untuk para pelaut itu pun bertambah. Sekira seminggu belakangan, mereka diajari menggunakan aplikasi untuk nelayan bernama Nelayan Nusantara.
Baca juga: Menkominfo apresiasi penggunaan aplikasi digital Nelayan Nusantara
Aplikasi berbasis Android tersebut dikembangkan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan Zetta Media Inspira, yang memiliki sejumlah fitur untuk membantu produktivitas nelayan.
Salah satu fitur yang paling ingin mereka coba adalah peta sebaran ikan, di mana nelayan bisa melihat titik lokasi yang berpotensi memiliki banyak hasil tangkapan.
"Jadi, kami bisa tahu bisa dapat ikan di mana," kata Yanto.
Aplikasi Nelayan Nusantara juga memiliki data tentang cuaca, seperti kecepatan angin, arah angin dan tinggi gelombang sehingga Yanto dan Erlan bisa memastikan apakah kondisi sudah aman untuk melaut.
Nelayan pun bisa melaporkan hasil tangkapan mereka, termasuk jenis ikan dan bobot tangkapan melalui aplikasi tersebut.
Meski sudah terbantu aplikasi, berdasarkan pengalamannya, Yanto tidak pernah ke laut melebihi jarak 10 mil karena ia akan kesulitan mendapatkan sinyal seluler.
"Saya melaut 6-7 mil biasanya. Kalau sudah 8-10 mil, sinyal tidak ada," kata dia.
Palapa Ring Barat
Kabupaten Natuna, tempat Yanto, Erlan, dan para nelayan tinggal itu merupakan salah satu titik fokus pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi melalui proyek Palapa Ring Barat, yang sudah selesai sejak 2018 lalu.
Pembangunan infrastruktur jaringan Palapa Ring memang difokuskan pada daerah terdepan, terluar dan tertinggal.
Tidak hanya untuk Indonesia bagian barat, pemerintah juga membangun Palapa Ring Tengah, yang selesai akhir tahun lalu, dan Palapa Ring Timur yang diprediksi akan selesai pertengahan tahun ini.
"Semuanya harus merata," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara melalui sambungan panggilan video saat acara Palapa Techno Fest yang berlangsung di Pantai Kencana, Ranai, Rabu (20/3).
Pembangunan infrastruktur tulang punggung jaringan Palapa Ring diharapkan membuat daerah memiliki akses yang sama terhadap telekomunikasi, begitu juga dengan tarifnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo juga menaruh harapan pada Palapa Ring.
Dia berharap semua nelayan di Indonesia dapat memanfaatkan jaringan komunikasi agar bisa mengecek tinggi gelombang, angin hingga musim ikan sebelum pergi melaut.
"Dari segi keselamatan, nelayan bisa mencegah kecelakaan karena dapat informasi cuaca. Nelayan juga bisa membaca pergerakan ikan," kata Nilanto di acara sama, Palapa Techno Fest yang digelar di SKPT Selat Lampa.
Teknologi informasi juga memungkinkan para nelayan untuk mengetahui perkembangan harga ikan.
Bupati Natuna, Hamid Rizal, saat acara diskusi Palapa Techno Fest di SKPT Selat Lampa, mengemukakan jaringan infrastruktur tersebut bukan hanya bermanfaat untuk masyarakat nelayan, namun juga sistem pertahanan dan keamanan karena Natuna termasuk wilayah terluar Indonesia.
Dengan jaringan telekomunikasi yang membaik, komunikasi akan menjadi lebih cepat, kata Rizal.
Sekarang, lewat aplikasi dan infrastruktur yang memadai itu Yanto, Erlan dan para nelayan di Natuna tidak lagi bergantung pada Gunung Ranai untuk membuat keputusan melaut atau tidak.
Tapi, kebiasaan mereka melihat gunung tidak lantas ditinggalkan begitu saja, tetap dilakukan meski untuk tujuan berbeda.
"Sekarang lihat Gunung Ranai untuk pemandangan saja," kata Erlan disusul tawa kecil.
Baca juga: BAKTI tetapkan tarif layanan Palapa Ring Paket Barat
Baca juga: Mengenal Palapa Ring, penyatu telekomunikasi Indonesia
Video
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019