Pakar ekonomi Faisal Basri mengatakan zakat dan wakaf yang dihimpun dari umat Islam bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia.Pajak 10 persen bisa diakali. Masa berzakat 2,5 persen mau berbohong kepada Allah,
"Jantung perekonomian negara saat ini adalah keuangan perbankan dan pajak pemerintah. Namun, kekuatannya saat ini terus menurun," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan besaran pajak pemerintah kepada rakyat rata-rata 10 persen, tetapi banyak yang memanipulasi penghasilan dan pendapatannya agar tidak membayar pajak yang besar.
Sedangkan zakat, bila ditunaikan oleh seluruh umat Islam Indonesia, meskipun hanya 2,5 persen tetapi nilainya sudah luar biasa. Faisal menyebut, angka yang dihimpun bisa lebih banyak dari pajak.
"Pajak 10 persen bisa diakali. Masa berzakat 2,5 persen mau berbohong kepada Allah," ujarnya.
Karena itu, ia mendorong zakat, infaq dan wakaf umat Islam yang selama ini berserakan harus bisa dihimpun sehingga menjadi lebih bernilai sekaligus menunjukkan Islam sebagai "rahmatan lil alamin" atau rahmat bagi seluruh alam.
"Wakaf bisa lebih fleksibel. Selama ini pemahaman masyarakat wakaf harus berupa tanah. Perlu ada edukasi agar wakaf bisa dikembangkan untuk hal-hal produktif," lanjutnya.
Faisal mengemukakan Aksi Cepat Tanggap (ACT), sebagai salah satu lembaga kemanusiaan bisa berperan dalam menghimpun dan memberikan pembelajaran tentang zakat dan wakaf yang lebih produktif.
ACT bekerja sama dengan Global Wakaf mengadakan diskusi bertajuk "Sharing with the Master" bertema "Meneropong Masa Depan Makro Ekonomi Nasional dan Peran Strategis Wakaf dalam Pengentasan Kemiskinan".
Diskusi tersebut menghadirkan Faisal Basri dengan dipandu praktisi komunikasi Zaim Uchrowi sebagai moderator.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019