• Beranda
  • Berita
  • Gaya hidup minim sampah bukan sekadar diet plastik

Gaya hidup minim sampah bukan sekadar diet plastik

21 Maret 2019 17:26 WIB
Gaya hidup minim sampah bukan sekadar diet plastik
Murid-murid SMA mempresentasikan langkah untuk menekan tingginya angka sampah plastik di kantin sekolah di acara acara ‘Sustainable Canteen: Managing Food Waste’ di Jakarta, Rabu (20/3/2019). (Antara News/ Aria Cindyara)
Gaya hidup bebas sampah atau zero waste living tak hanya fokus pada pengurangan sampah plastik, namun juga meminimalisir limbah dari konsumsi makanan sehari-hari.

Wakil Direktur organisasi pemuda International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS), Maria Jacklyn mengatakan dalam acara "Sustainable Canteen: Managing Food Waste" di Jakarta, bahwa sampah sisa makanan yang tidak dimakan nantinya hanya akan berakhir di tempat pembuangan akhir.

Tak hanya merusak pemandangan dan mencemari udara, sampah makanan juga dapat berdampak buruk bagi bumi.

"Sampah makanan menghasilkan gas metan 23 kali lebih kuat dari CO2 dan berkontribusi 8 persen untuk menimbulkan gas rumah kaca," kata Maria, Rabu (20/3).

Oleh karena itu, ia mengimbau kepada konsumen makanan, terutama dari generasi anak muda, agar lebih memperhatikan sampah dari makanan itu sendiri, bukan sekadar sampah plastik dari kemasannya saja.

"Bukan hanya sisa dari apa yang dimakan tapi juga mulai pikirkan proses produksinya," katanya.

Saat mengkonsumsi makanan, harus dipikirkan pula proses produksi bahan-bahan makanan tersebut, seperti air yang terpakai untuk penanaman, serta energi yang terpakai untuk budidaya tanaman pangan.

Ketika sisa makanan menjadi sampah, Maria mengatakan bahwa sumber daya tersebut juga ikut terbuang.

Cara mulai mengurangi sampah makanan dalam kehidupan sehari-hari ternyata cukup sederhana, lanjutnya.

"Mulai dari makan secukupnya. Misalnya, tak perlu pesan makanan komplit agar bisa difoto, namun yang dimakan hanya sebagian dan akhirnya jadi sampah," katanya.

Apabila terlanjur ada makanan tersisa dan masih dalam kondisi layak makan, sebaiknya berikan kepada teman atau dibawa pulang untuk dapat dimakan selanjutnya.

"Bisa juga diberikan kepada hewan, asalkan memang makanannya bisa dikonsumsi hewan," kata Maria.

Sementara itu, salah satu peserta acara, Jihan Zhahirah dari SMAN 80 Jakarta mengatakan bahwa isu sampah makanan belum menjadi perhatian.

Saat ini, sekolah yang berkompetisi untuk Adiwiyata tingkat ASEAN itu, masih fokus menekan angka sampah plastik yang dihasilkan setiap harinya.

"Makanya pas saya dengar paparan tentang sampah makanan dan cara sederhana untuk menanggulanginya, saya jadi tertarik untuk menerapkan dan sharing ke murid yang lain," kata Jihan yang juga merupakan anggota organisasi Duta Lingkungan SMAN 80.

Ia mengaku tertarik untuk menerapkan skema pengurangan sampah makanan di sekolah karena masih banyak sisa makanan yang terbuang, terutama saat jam istirahat. Namun, teknis sistemnya masih harus digodok.

Baca juga: Gaya hidup minim sampah ala Cleanomic
Baca juga: Indonesia perlu antisipasi kebanjiran impor sampah plastik
Baca juga: Bank sampah mampu kurangi 3,85 ton sampah per hari


Peserta Susdape XIX/Aria Cindyara
 

Pewarta: Peserta Susdape XIX/Aria Cindyara
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019