• Beranda
  • Berita
  • Kerusakan mangrove rapuhkan pertahanan pesisir dari perubahan iklim

Kerusakan mangrove rapuhkan pertahanan pesisir dari perubahan iklim

21 Maret 2019 21:35 WIB
Kerusakan mangrove rapuhkan pertahanan pesisir dari perubahan iklim
Pengunjung berjalan di antara pepohonan mangrove di Hutan Mangrove Ecomarine Muara Angke, Jakarta, Rabu (20/3/2019). (ANTARA/Sugiarto P)

Upaya perlindungan pesisir bisa dilakukan dengan membangun kearifan lokal. Kami sarankan agar restorasi mangrove bisa masuk dalam program desa, jadi warga bisa terlibat langsung melindungi ekosistem mangrove

Kerusakan hutan mangrove merapuhkan pertahanan warga pesisir dari dampak perubahan iklim, meningkatkan risiko mereka kehilangan tempat tinggal dan mata pencarian, kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono.

"Mangrove yang kita punya terbesar di dunia, tapi kerusakannya juga paling besar. Sebagai negara kepulauan, pemerintah belum mengintegrasikan visi keselamatan masyarakat yang hidup di pesisir dalam konteks perubahan iklim," katanya di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan 50 persen lebih dari sekitar 3,4 juta hektare hutan mangrove di Indonesia rusak, antara lain karena aliran sampah dari darat ke laut serta dampak kegiatan industri properti, pertambangan, tambak, dan pariwisata.

Kerusakan hutan mangrove otomatis akan menurunkan fungsinya dalam menyimpan karbon, mencegah abrasi di pesisir, dan menangkap sedimen kaya karbon organik yang datang bersama dengan kenaikan permukaan laut.

Tanpa hutan mangrove, katanya, warga pesisir juga semakin rentan terkena dampak kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim.

"Kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim membuat mereka yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat kehilangan tempat tinggal," kata Yuyun.

Ia menekankan perlunya penerapan strategi jangka panjang dalam mengatasi kerusakan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Indonesia, yakni model adaptasi perubahan iklim berbasis ekosistem.

"Ekosistem pesisir terdiri dari terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Masyarakat perlu dilibatkan dalam mengelola dan merawat ini semua," ucapnya.

Kerusakan kritis

Juru Kampanye Kelautan Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution mengatakan kerusakan mangrove paling parah terjadi di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Jawa. Pertambahan penduduk telah memicu penebangan mangrove untuk perumahan di kawasan tersebut.

"Hampir semua kawasan di Indonesia kritis mangrove. Hot spot di Pantura, karena banyak terjadi abrasi," ungkap dia.

Kondisi hutan mangrove di Jakarta, menurut dia, sebagian juga mengkhawatirkan dan membutuhkan penanganan serius.

Pencemaran sampah plastik mengancam kelangsungan hidup mangrove di Pulau Bokor, bagian dari gugusan Kepulauan Seribu di DKI Jakarta.

Menurut Arifsyah, kerusakan hutan mangrove juga terjadi di kawasan pesisir timur Pulau Sumatera, seperti Langkat dan Aceh Tamiang, tempat kawasan mangrove sebagian sudah beralih fungsi menjadi tambak dan lahan perkebunan.

Ia mengatakan keterlibatan warga setempat penting dalam mencegah dan mengatasi kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir.

"Upaya perlindungan pesisir bisa dilakukan dengan membangun kearifan lokal. Kami sarankan agar restorasi mangrove bisa masuk dalam program desa, jadi warga bisa terlibat langsung melindungi ekosistem mangrove," ucapnya.
 

Pewarta: Virna P Setyorini/Sugiarto P
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019