• Beranda
  • Berita
  • Jokowi: Kalau hitungannya untung-rugi MRT tidak akan ada

Jokowi: Kalau hitungannya untung-rugi MRT tidak akan ada

22 Maret 2019 00:15 WIB
Jokowi: Kalau hitungannya untung-rugi MRT tidak akan ada
Calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo (mengenakan helm putih), melayani permintaan swafoto warga usai menghadiri deklarasi dukungan 10.000 pengusaha di Istora Senayan Jakarta, Kamis malam (21/3/2019). (ANTARA/Agus Salim)
Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo, mengatakan mass rapid transit (MRT) di Jakarta tidak akan pernah ada jika perhitungan yang digunakan adalah untung atau rugi.

"Kenapa sampai 30 tahun tidak diputuskan? Karena perhitungannya untung rugi. Rugi pasti, untung dari mana, yang namanya transportasi massal itu ya rugi," kata Jokowi ketika menghadiri deklarasi dukungan 10.000 pengusaha untuk Jokowi-KH Ma'ruf Amin, di Istora Senayan, Jakarta, Kamis malam.

Ia menyebutkan, kalau untuk negara, itungannya bukan untung dan rugi. Itungannya bukan profit dan tak profit tapi itungannya adalah benefit.

Menurut dia, perhitungan untung rugi itu untuk para pengusaha dan perusahaan.

Ia mengaku sempat ada kesulitan menghitung benefit sehingga pembangunan MRT ditetapkan berdasar keputusan politik untuk kepentingan negara secara makro.

Di hadapan pengusaha, Jokowipun meminta mereka untuk mencoba menumpang moda transportasi umum. "Saya harap yang hadir di sini mulai besok mencoba MRT. Apa yang ingin saya sampaikan, negara sebesar Indonesia ini masa baru punya MRT sekarang. Itu pun kita putuskan saat saya jadi gubernur dengan Pak Ahok," katanya.

Ia menyebutkan berdasar studi Bappenas, kerugian akibat kemacetan di Jakarta dan sekitarnya beberapa tahun lalu mencapai sekitar Rp65 triliun per tahun. "Sekarang dihitung lagi sudah Rp100 triliun. Apa mau diteruskan? Lebih baik dipakai untuk bangun MRT dan LRT benar? Itu yang namanya keputusan politik sehingga secara makro negara kita tetap untung gede," katanya.

Ia menyebutkan itungan terakhir untuk membangun MRT di Jakarta untuk seluruh jalur sepanjang 231 km menghabiskan biaya Rp571 triliun. "Apa artinya? ya lebih baik dibangun daripada kita rugi Rp100 triliun setiap tahun," katanya.

Terkait pembangunan jalan tol di Sumatera, Jokowi mengatakan hampir setiap hari dirinya terjun ke lapangan untuk memastikan semua proyek berjalan atau terealisasi. "Saya datang ke tol trans Sumatera sudah delapan kali, kalau presidennya datang delapan kali menterinya pasti datang 16 kali untuk pastikan target dan kualitas bahwa proyek ini berjalan," katanya.

Ia menyebutkan pada Juni 2019 nanti Bakauheni dan Palembang sepanjang 380 km akan tersambung jalan tol. "Tapi ada yang komplain, Pak kenapa yang kerjakan BUMN. Saya sampaikan sejak awal silakan kalau ada swasta yang mau masuk ke sana. Dengan internal rate of return di bawah 10. Siapa yang mau?," katanya.

Ia menyebutkan, BUMN yang disuplai dengan penyertaan modal negara (PMN) mampu menggarap itu. "Nantinya kalau itungan bisnis feasible, pasti akan kami lakukan sekuritisasi. Silakan swasta miliki," katanya.

Ia menyebutkan trans Sumatera yang menghubungkam Lampung hingga Aceh sepanjang 2.400 km akan tersambung jalan tol pada 2024.

"Apa yang ingin saya katakan, kita sudah terlambat. Dulu waktu kita bangun jalan tol Jagorawi 50 km. Negara lain, Malaysia, Tiongkok, Vietnam, Filipina, nengok ke kita, bagaimana konstruksi dan manajemen, operasional dan kalkulasinya," katanya.

Menurut dia, dalam 40 tahun, setelah Tol Jagorawi, Indonesia hanya bisa membangun tol sepanjang 780 km sampai 2014. Padahal Malaysia sudah memiliki 1.800 km, China 280.000 km.

"Inilah yang ingin kita kejar, memang memang bangun ini pasti ada pahit dan sakitnya. Namun inilah obat bagi ekonomi kita ke depan kita. Bapak ibu harus meyakini bahwa yang namanya infrastruktur mutlak diperlukan sebagai pondasi pertumbuhan ekonomi di manapun," katanya.

Pewarta: Agus Salim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019