Orang yang rentan adalah anak yang berusia di bawah lima tahun, yang 20 kali lebih mungkin untuk meninggal akibat penyakit ketimbang kekerasan, kata laporan UNICEF, yang disiarkan bertepatan dengan Hari Air Dunia.
Secara khusus, anak-anak meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diare, seperti kolera, ketika konflik membatasi akses ke air bersih, katanya.
Penelitian tersebut menyoroti konsekuensi kesehatan mengenai air yang tidak aman dan kebersihan buat anak-anak di 16 negara yang dilanda konflik, termasuk Myanmar, Afghanistan dan Yaman,.
UNICEF, dengan mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melaporkan 85.000 kematian akibat diare gara-gara kondisi kebersihan, kesehatan dan air yang buruk pada anak-anak dari 2014 sampai 2016, dibandingkan dengan kurang dari 31.000 kematian akibat kekerasan.
"Itu tidak mengejutkan," kata Tomas Jensen, Penasehat bagi Obat Tropis di organisasi medis Medecins Sans Frontieres, kepada kata Thomson Reuters Foundation --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi.
"Mereka seringkali menghadapi resiko yang lebih besar, terutama anak kecil yang belum memiliki kekebalan terhadap bakteri yang bisa mengakibatkan penyakit diare," katanya.
Penyakit yang berkaitan dengan diare adalah penyebab kedua kematian pada semua anak yang berusia lima tahun, penyakit yang menguras cairan tubuh dan mengakibatkan dehidrasi, kata Pusat AS bagi Pemantauan dan Pencegahah Penyakit AS.
Orang yang sangat rentan terhadap dehidrasi adalah anak kecil dan bayi, yang kehilangan cairan tubuh lebih cepat dan kurang bisa mengkomunikasikan keperluan mereka, kata banyak ahli.
Dalam kondisi konflik, perjalanan ke sumber air mungkin berisi resiko ditembak atau diserang secara seksual, kata laporan itu.
Air mungkin jadi tercemar, dan sumbernya rusak atau warga mungkin tak memiliki akses, katanya.
Di Yaman, yang menghadapi wabah kolera paling buruk dalam sejarah modern, sepertiga kasus adalah anak yang berusia di bawah lima tahun, kata WHO.
Laporan UNICEF mencatat sedikit pengecualian, dan mengatakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun di Irak dan Suriah lebih mungkin untuk meninggal akibat kekerasan, seperti anak-anak yang berusia di bawah lima tahun di Suriah dan Libya.
Metode perang di negara itu, seperti pemboman udara terhadap daerah kota, ranjau dara dan bom yang tidak meledak membuat anak-anak menghadapi resiko tinggi, kata seorang juru bicara UNICEF.
Sumber: Thomson Reuters Foundation
Baca juga: PBB nyatakan kurangnya air bersih bahayakan jutaan orang yang kelaparan
Baca juga: Unicef Biayai Program Air Bersih Papua Rp2,7 M
Baca juga: PBB ingin akses ke air, kebersihan masuk agenda pembangunan
Baca juga: Kekurangan Air Bersih Pengaruhi Kemampuan Belajar Anak
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019