Jika menyebutkan kapal selam itu sebagai nama dari kuliner khas Palembang yakni pempek, maka definisi harfiahnya sungguh berbeda.
Karena itu kata "kapal selam" sering menjadi bahan candaan di masyarakat. "Kapal selam saja dimakan di Palembang ini," demikian candaan yang biasa terdengar.
Pempek atau sering juga disebutkan empek-empek, merupakan makanan yang sangat terkenal di Indonesia, bahkan hingga mancanegara.
Empek-empek ini memiliki banyak varian yang dapat memanjakan lidah para penjelajah rasa, mulai dari pempek keriting, adaan, kulit, lenjer, pistel, telok, dos, pempek kapal selam, dan pempek panggang.
Namun, ketika menyebut pempek kapal selam maka sejumlah orang agak terperangah membayangkan bahwa ada pempek seukuran kapal di laut.
Seperti halnya varian pempek lainnya yang berbahan ikan, pempek kapal selam sedikit unik dari sisi ukuran. Ukurannya relatif lebih besar dibandingkan pempek "kecil", karena memang disiapkan untuk menampung satu butir telur.
Amelia, pemilik toko dalam jaringan pempek "Berkah" membagi resep membuat pempek kapal selam ini.
Pertama, ia menyiapkan bahan-bahannya, yakni ikan tengiri 500 gram (diambil dagingnya lalu dihaluskan). Bahan lainnya adalah tepung tapioka 500 gram dan telur ayam dua butir (untuk adonan), kuning telur sesuai banyaknya pempek yang dibuat (untuk isian), air es, tiga siung bawang putih dan garam.
Cara membuatnya, masukkan terlebih dahulu ikan tengiri yang telah dihaluskan ke dalam sebuah wadah lalu tambahkan bawang putih dan garam yang telah dihaluskan. Lalu, masukkan dua butir telur agar pempek yang dihasilkan lebih lembut, tambahkan air es. Setelah semua bahan tercampur rata, baru masukkan tepung tapioka.
Semua bahan kemudian diaduk rata hingga kalis dan tidak lengket bila dibentuk adonan. Dapat pula ditambahkan tepung tapiokanya bila adonan masih lengket.
Lalu, bentuk adonan pempek kapal selam seperti mangkuk. Masukkan satu butir kuning telur untuk setiap pempek kemudian tutup kembali hingga rapat dan membentuk seperti kue pistel.
Setelah adonan terbentuk semua, lalu panaskan air untuk merebus adonan. Masukkan pempek kapal selam satu per satu ke dalam air yang telah mendidih dan angkat bila telah timbul ke atas. Kemudian, goreng pempek tersebut dengan minyak panas.
Pempek dalam penyajian biasanya ditemani oleh saus berwarna hitam kecokelat-cokelatan yang disebut cuka. Rasa pedas yang ditimbulkan cuka diharapkan dapat meningkatkan selera.
Untuk membuat saus cuka dibutuhkan bahan-bahan sebagai bumbu, yakni cabai rawit, bawang putih dan garam yang ditumbuk hingga halus. Kemudian bumbu ini dimasukkan dalam panci, lalu tambahkan asam jawa, gula aren serta cuka makan. Tambahkan juga satu gelas air dan rebus hingga mendidih.
Cara penyajiannya, yakni pempek kapal selam yang telah digoreng dibelah menjadi empat atau sesuai selera. Letakkan ke dalam piring atau mangkuk dan sajikan bersama cuka pempek. Tambahkan mentimun yang telah dicincang untuk menambah kenikmatan.
Menyantap pempek memiliki kekhasan tersendiri karena makanan berbahan ikan ini selalu disajikan dengan cuka atau lazim disebut "cuko". Warga Palembang sering mengatakan dengan istilah "ngirop cuko".
Ada hal menarik terkait dengan "cuko" karena gula merahnya mesti berasal dari Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, jika ingin mendapatkan rasa kelas wahid.
Choirul Dedy Kurniawan (24), pemilik bisnis daring "pempek meledos" yang sudah eksis sejak dua tahun terakhir, mengatakan kondisi ini juga yang menyebabkan bisnis daring pempek cukup berjaya karena penikmat pempek mengetahui bahwa "cuko" yang enak harus asli buatan warga Palembang.
"Pempek, mungkin bisa dibuat di daerah lain karena banyak juga daerah yang memiliki sungai tapi untuk 'cuko-nya' ini yang sulit. Jika pakai gula merah selain dari Lubuklinggau maka akan terasa beda," kata Dedy, pelaku usaha yang sudah mengirimkan pempek hingga Aceh dan Lombok, Nusa Tenggara Barat, itu.
Sejarah Pempek
Berdasarkan situs wikipedia.com, disebutkan sekitar 1617 ada seorang "apek" berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi). Ia prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi yang belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang.
Lalu, ia kemudian mencoba alternatif pengolahan lain, yakni dengan mencampur daging ikan giling dan tepung tapioka.
Makanan ini kemudian dijajakan oleh para "apek" dengan bersepeda keliling kota sehingga warga memanggil penjualnya dengan sebutan "pek-apek".
Namun cerita rakyat ini patut ditelaah lebih lanjut karena singkong baru diperkenalkan bangsa Portugis ke Indonesia pada abad 16. Selain itu, velocipede (sepeda) baru dikenal di Prancis dan Jerman pada abad 18.
Walaupun begitu sangat mungkin pempek merupakan adaptasi dari makanan Tiongkok, seperti bakso ikan, kekian, ataupun ngohyang.
Pada awalnya, pempek dibuat dari ikan belida. Namun, dengan semakin langka dan mahalnya harga ikan belida, ikan tersebut diganti dengan ikan gabus yang harganya lebih murah, tetapi dengan rasa yang tetap gurih.
Pada perkembangan selanjutnya kemudian digunakan juga jenis ikan sungai lainnya, misalnya ikan putak, toman dan bujuk. Bahkan jenis ikan laut, seperti tengiri, kakap merah, parang-parang, ekor kuning, dan ikan sebelah.
Dari satu adonan pempek, ada banyak makanan yang bisa dihasilkan sesuai dengan komposisi maupun proses pengolahan akhir dan pola penyajian, di antaranya laksan, tekwan, model, celimpungan, dan lenggang.
Laksan dan celimpungan disajikan dalam kuah yang mengandung santan, sedangkan model dan tekwan disajikan dalam kuah yang mengandung kuping gajah, kepala udang, bengkuang, serta ditaburi irisan daun bawang, seledri, dan bawang goreng, serta bumbu lainnya.
Varian baru juga mulai bermunculan, seperti pempek keju, pempek bakso sapi, pempek sosis, serta pempek lenggang keju yang dipanggang di wajan antilengket, serta pempek dengan bahan dasar terigu dan nasi sebagai pengganti ikan.
Saat ini terbilang sulit untuk mengatakan bahwa pempek hanya bisa ditemui di Palembang sebagai pusatnya karena semua daerah di Sumatera Selatan memproduksinya.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019