Pengamat yang juga peneliti bidang agama Musdah Mulia menyarankan agar pemangku kepentingan lebih baik mengampanyekan edukasi literasi damai ketimbang mengharamkan gim PUBG guna mencegah teror seperti penembakan di Selandia Baru beberapa waktu lalu.Yang penting sekarang adalah bagaimana mengedukasi masyarakat kita dengan literasi damai,
"Yang penting sekarang adalah bagaimana mengedukasi masyarakat kita dengan literasi damai," kata Musdah di Jakarta, Selasa.
Wacana mengharamkan gim bergenre battle royal yang tengah banyak digemari di seluruh dunia tersebut muncul dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat dengan berkaca pada tragedi penembakan di sebuah masjid di Christchurch Selandia Baru.
Pelaku penembakan dikabarkan terinspirasi salah satunya dari gim battle royal lainnya yaitu Fortnite, selain juga menentang kaum imigran muslim di Selandia Baru.
Wacana fatwa haram gim PUBG tersebut sedang dalam kajian MUI dan berlanjut pada pembahasan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengambil langkah selanjutnya.
Namun menurut Musdah, fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI tidak mengikat dan tidak seluruhnya bisa diterapkan. "Setiap kelompok boleh saja melakukan kajian tapi tidak semua fatwa MUI itu bisa terapkan kan," kata dia.
Indonesia bukan negara pertama yang pemerintahannya mengambil langkah terkait gim PUBG. Di salah satu negara bagian India yaitu Gujarat, sejumlah pelajar diamankan polisi saat ketahuan bermain gim PUBG Mobile yang dianggap menyebabkan adiktif terlalu berlebihan.
Menanggapi hal tersebut, perusahaan teknologi asal China yang menerbitkan gim PUBG yaitu Tencent membuat fitur yang mengatur pembatasan jam bermain dengan batas maksimal enam jam dalam sehari. Fitur tersebut baru berlaku untuk wilayah India.
Baca juga: Kemenkominfo tunggu kajian soal larangan game PUBG
Baca juga: Soal game PUBG akan dibahas Kominfo dan MUI
Baca juga: MUI kaji fatwa game PUBG
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2019