Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dadan Moh Nurjaman mengatakan pengelolaan tambang emas tanpa merkuri untuk skala kecil harus disesuaikan dengan karakteristik biji emas.Selain itu dapat menyebabkan disfungsi mental dan fisik pada anak,
Saat ini Indonesia tengah berupaya untuk menghilangkan penggunaan merkuri pada tambang emas skala kecil sebagai tindak lanjut dari ratifikasi Konvensi Minamata.
"Penghilangan merkuri tidak berarti tambang rakyat dilarang, penggunaan merkuri untuk ekstraksi emas sebenarnya efesiensinya hanya di bawah 50 persen," kata Dadan di Jakarta, Selasa.
Namun keunggulan dari merkuri adalah prosesnya yang cepat, para penambang hanya membutuhkan waktu satu hari untuk langsung mendapatkan emas.
Tetapi dampak dari penggunaan merkuri ini sangat besar, merkuri berpotensi mengandung racun yang kuat dan dapat menyebabkan gangguan neurologis serta ginjal akut pada orang dewasa.
Selain itu dapat menyebabkan disfungsi mental dan fisik pada anak.
BPPT telah melakukan riset insentif mengenai teknologi yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan merkuri pada tambang emas skala kecil. Menurutnya penggunaan teknologi harus disesuaikan dengan karakteristik biji emas.
Di Indonesia ada dua jenis biji emas yaitu primer dan skunder. Primer adalah biji emas yang ditemukan di dataran tinggi, sementara skunder adalah biji emas yang berada di dataran rendah dan di permukaan sungai, ujar dia.
"Teknologi paling sederhana dan tidak membutuhkan bahan kimia adalah teknik gravitasi, teknik ini bisa digunakan untuk jenis skunder yang partikel emasnya kasar," kata dia.
Sementara tipe primer adalah tipe uang paling banyak ada di Indonesia membutuhkan bahan kimia untuk mengekstraksinya.
BPPT telah melakukan percobaan dengan berbagai bahan kimia, hasilnya sianida dinilai paling efesien untuk mengekstraksi emas, tingkat efesiensinya mencapai 90 persen meski membutuhkan waktu sedikit lebih lama dibandingkan dengan menggunakan merkuri.
Limbah sianida yang digunakan untuk mengekstraksi emas dapat didekstruksi dengan cepat.
"Kami telah dapat mendekstruksi sianida dalam waktu empat jam, dengan sisa pengelolaan mencapai 1 ppm," tambahnya.
Konsentrasi 1 ppm dinilai telah aman dilepas ke lingkungan, meski baku mutu untuk melepas sianida adalah 0,5 ppm. Pada 19 September 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 Tentang pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri).
Dengan diratifikasinya Konvensi Minamata, menunjukkan besarnya komitmen Pemerintah Indonesia terhadap upaya pengurangan dan penghapusan merkuri.
Indonesia melepaskan 340 metrik ton merkuri per tahun atau setara dengan 15 truk peti kemas per tahun. Indonesia termasuk dalam daftar tiga teratas penghasil emisi merkuri global.
Sebanyak 57,5 persen merkuri dilepaskan oleh kegiatan tambang emas skala kecil. Dari jumlah tersebut sebanyak 60 persen dilepaskan ke udara, 20 persen dilepaskan ke air dan 20 persen di lepaskan ke tanah.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019