"Tapi, memilih dan dipilih pada pemilu merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia di manapun mereka berada," kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menekankan betapa penting hajatan politik lima tahunan ini, saat Bimbingan Teknis Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN), di Shanghai, 20 Februari 2019.
Upaya untuk menjamin hak konstitusional tersebut, dalam kondisi apa pun pemilu di luar negeri harus terselenggara asalkan sesuai beberapa prinsip, yakni mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Khusus untuk penyelenggaraan pemilu bagi WNI di luar negeri yang tidak kalah penting adalah menghormati kedaulatan negara setempat dan tentu saja menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu, penyelenggaraan pemilihan umum di luar negeri tidak sesederhana di dalam negeri. Apalagi di China yang sistem demokrasinya tidak melibatkan partisipasi masyarakat untuk memilih para pengambil keputusan seperti di Indonesia.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara setempat menjadi syarat mutlak penyelenggaraan menghimpun aspirasi politik kaum diaspora Indonesia.
Meskipun di China tidak ada pemilu, bukan berarti pula hajat ribuan WNI untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota DPR RI untuk periode 2019-2024 terabaikan.
PPLN Beijing telah memasukkan nama 2.065 WNI yang tersebar di 22 provinsi dan daerah munisipalitas di China, ditambah Mongolia ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Walaupun cakupan wilayahnya sangat besar, jumlah DPT PPLN Beijing relatif sedikit dibandingkan DPT PPLN Shanghai dan DPT PPLN Guangzhou masing-masing hampir menyentuh angka 3.000 orang.
Namun tolok ukur keberhasilan pemilu bukan didasarkan pada besaran angka DPT, melainkan tingkat partisipasi pemilih. Beberapa pemilu sebelumnya telah menunjukkan betapa rendah tingkat partisipasi pemilih di luar negeri.
Pada Pemilu 2019, KPU menargetkan sedikitnya 70 persen tingkat partisipasi pemilih yang tinggal di 130 negara, karena pada Pemilu 2014 tingkat partisipasinya kurang dari 50 persen.
Peningkatan target tersebut didasarkan pada penyelenggaraan pemilu tahun ini yang dilakukan secara serentak, memilih pasangan capres-cawapres dan DPR RI. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang dilakukan dalam waktu terpisah antara capres-cawapres dan DPR RI.
Selain itu, pelayanan kepada WNI yang ingin menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2019 juga lebih dipermudah.
Nah, kalau melihat antusiasme para calon pemilih yang ditandai dengan ramai percakapan di beberapa grup Wechat WNI selama tahap persiapan pemungutan suara, maka bayang-bayang akan rendah tingkat partisipasi pemilih di China seperti tahun-tahun sebelumnya sirna seketika.
Hingga detik-detik terakhir penetapan DPT Tambahan pada 12 Februari 2019 terdapat puluhan pendaftar baru yang menunjukkan minat melakukan pemungutan suara di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu.
Bahkan sampai surat suara untuk para pemilih dikirimkan melalui pos, khusus untuk WNI yang tinggal di luar Beijing pun masih ada yang ingin mendaftar.
Untuk mewadahi keinginan tersebut, PPLN Beijing memasukkannya dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) bagi mereka yang mendaftar setelah tanggal 12 Februari 2019.
KSK Ditiadakan
Sebanyak 25 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) mulai bekerja mempersiapkan berbagai keperluan pemilu setelah dilantik oleh PPLN Beijing pada 2 Maret 2019.
Awalnya KPPSLN Beijing dibagi dalam ketiga kelompok masing-masing bertanggung jawab menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS), pemungutan suara melalui pos surat, dan pemungutan suara melalui kotak suara keliling (KSK).
Sesuai rencana metode TPS akan digelar di Kedutaan Besar RI di Beijing pada 14 April 2019. Pengiriman surat suara melalui pos untuk WNI yang tinggal di luar Beijing sudah dimulai sejak 19 Maret 2019.
Meskipun pelaksanaan pemungutan suara digelar lebih awal, penghitungan surat suara tetap dilakukan pada 17 April 2019 bertepatan dengan pelaksanaan pemilu serentak di Indonesia.
Sayangnya, metode KSK yang rencananya digelar di tiga kota di daratan Tiongkok, yakni Tianjin (wilayah timur laut), Wuhan (wilayah tengah), dan Chongqing (barat daya), dalam rentang 8-13 April 2019 batal terlaksana karena terkendala tempat.
Pemerintah China dalam tanggapan nota diplomatik kepada KBRI Beijing memberikan solusi dengan mengubah metode KSK menjadi pos atau TPS.
Metode pos akhirnya dipilih PPLN Beijing, mengingat jarak dan waktu tempuh dari ketiga kota tersebut ke Beijing, selain juga pertimbangan efektivitas dan efisiensi.
Perubahan metode tersebut sudah diantisipasi, sehingga enam petugas KPPSLN di bawah koordinasi PPLN Beijing berbenah.
Dalam tempo tiga hari mulai 21 Maret 2019 sudah berhasil mengirimkan hampir 100 persen surat suara kepada setiap WNI di ketiga kota yang batal menjadi tempat penyelenggaraan pemungutan suara bermetode KSK itu.
Perubahan metode pada masa-masa kritis menjelang pelaksanaan pemungutan suara untuk WNI di China bukanlah kendala utama yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu.
Mengirimkan surat suara melalui pos kepada setiap WNI di daratan Tiongkok bukanlah pekerjaan mudah. Menuliskan nama dan alamat tujuan dalam aksara Hanzi menjadi prasyarat tersendiri yang kemungkinan besar tidak akan dialami oleh PPLN-PPLN lainnya di luar China.
Hal inilah sejatinya yang menjadi pertaruhan berhasil atau tidak penyelenggaraan pemilu, karena sampai 25 Maret 2018 saja, sudah ada 38 surat suara yang dikembalikan oleh pihak Kantor Pos China karena alamat kurang jelas.
Tantangan dan kendala menggunakan hak pilih bagi para diaspora khususnya di China ini menjadi perjuangan tersendiri, agar menjamin seluruh warga Indonesia dimana pun berada dapat menggunakan hak demokrasi dan aspirasi politiknya dapat tersalurkan dengan baik.
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019