"Kami sedang siapkan kajiannya. Karena sejarah peradaban manusia di Tulungagung itu kan lengkap sekali ya, mulai zaman prasejarah dimana orang hidup masih berburu, zaman orang asli Tulungagung mulai mengenal bercocok tanam, zaman industri hingga saat ini orang hidup di era teknologi informasi," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Tulungagung Suharto di Tulungagung, Rabu.
Museum peradaban dimaksud Suharto sedianya akan mulai dibangun pada 2020.
Momentum itu diselaraskan dengan target Pemkab Tulungagung dalam mengupayakan kawasan selatan daerah itu sebagai taman bumi (geopark) nasional.
"Museum rencananya akan kami bangun di atas tanah lapangan Pasar Pahing yang kini belum termanfaatkan secara optimal," katanya.
Besaran anggaran yang akan dialokasikan belum ditentukan. Hal itu sembari menunggu kajian sejarah dan rencana teknis dimatangkan.
Dalam konsep pembangunan sektor budaya dan pariwisata yang dirancang Bappeda Tulungagung, pembangunan museum peradaban diharapkan menjadi jendela sejarah dan kebudayaan di Tulungagung.
Sebab di museum ini nantinya, wisatawan, warga, siswa dan kalangan terpelajar lain serta pecinta sejarah bisa mengetahui evolusi manusia purba asli Tulungagung yang ditandai dengan keberadaan Homo Wajakensis pada zaman batu (pleistosen), sekitar 40 ribu sebelum Masehi, hingga zaman modern sekarang.
"Ini nanti sekaligus untuk menunjang pariwisata Tulungagung. Agar wisatawan nanti datang di Tulungagung mau tinggal lama. Betah. Mereka juga tidak perlu lagi menginap di kota lain seperti Blitar, Trenggalek maupun Kediri, tapi cukup di Tulungagung karena fasilitas wisata dan budaya lengkap," ujarnya.
Museum Wajakensis di selatan Kota Tulungagung, di wilayah Kecamatan Boyolangu yang sudah ada, ujar Suharto, akan diintegrasikan dengan museum peradaban ini.
Langkah itu menjadi pertimbangan tim peneliti dan persiapan pembangunan museum peradaban orang Tulungagung guna mencegah terjadinya tumpang-tindih manfaat dan fungsi museum sebagai wisata edukasi sejarah.
Baca juga: Pengunjung Museum Batik Yogyakarta meningkat 40 persen
Baca juga: Bus kayu Pownis di Museum Timah Indonesia raih penghargaan
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019