“Trotoar di DKI Jakarta belum ramah bagi kami,” ujar penyandang tunanetra Arli Hutabarat saat ditemui di tepi Jalan Taman Sari, Sawah Besar, Jakarta, Rabu.
Arli mengaku kesulitan menyusuri Jalan Taman Sari karena tidak ada blok yang memandu dia untuk menentukan arah.
Akibat Arli harus berjalan dibantu dengan tongkat sehingga ia dapat mengetahui arah di depannya.
Berbeda dengan trotoar di Jalan MH Thamrin dan Jalan Sudirman, tepian Jalan Taman Sari tidak memiliki sarana pendukung untuk penyandang difabel. Akibatnya, beberapa penyandang tunanetra yang ditemui di Jalan Taman Sari pada Rabu siang harus berjalan beriringan agar tidak tersandung saat melangkah.
Dalam kesempatan itu, Arli juga menyoroti fungsi trotoar yang kerap dipakai sebagai lahan parkir kendaraan dan jalur melintas sepeda motor.
Ia menambahkan sejumlah lubang bekas galian dibiarkan terbuka di beberapa trotoar di Jakarta.
“Walaupun ada trotoar yang memiliki fasilitas pendukung bagi difabel namun masih banyak juga ditemui kendaraan roda dua yang melintas di atas trotoar bahkan ada yang parkir,” kata Arli yang ditemui sambil memanggul kerupuk dagangannya.
Senada dengan Arli, penyandang tunanetra lain, Arfin mengatakan trotoar yang telah dilengkapi fasilitas pemandu tidak akan berfungsi optimal karena masih digunakan sebagai jalur melintas kendaraan roda dua.
“Bagi kita tunanetra, percuma saja ada pemandu jalan di atas trotoar jika masih ada kendaraan roda dua yang melintas ataupun parkir di atas trotoar, karena itu membuat kita susah serta membahayakan bagi tuna netra,” ujar Arfin saat ditemui di tepi Jalan Taman Sari.
Ia mengatakan penyandang difabel tidak butuh dikasihani, tetapi perlu dihargai sebagaimana manusia pada umumnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Rp400 miliar pada 2019 untuk membangun dan membenahi kondisi trotoar di ibu kota.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan pembangunan fasilitas untuk pejalan kaki, khususnya penyandang difabel telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak 2016.
Namun, menurut Alfred, masalahnya terletak pada kurangnya keamanan dan kenyamanan mengakses trotoar walaupun sarana itu telah terbangun.
“Pemprov DKI Jakarta sudah membangun fasilitas bagi difabel sejak tahun 2016 yang lalu, namun pembangunan trotoar yang sudah nyaman tersebut tetapi belum aman untuk diakses karena masih banyaknya penyalahgunaan fungsi dari trotoar itu sendiri,” kata dia.
Dengan demikian, dia mengatakan perlu sinergitas antara Satpol PP dan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta untuk menertibkan penyalahgunaan fungsi trotoar seperti penggunaan tepi jalan sebagai jalur roda dua, lahan parkir dan tempat berjualan.
Pewarta: Sri Muryono dan Nova Wahyudi
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019