Komisioner bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak KPAI, Ai Maryati Solihah mengatakan pada triwulan pertama 2019 ada delapan kasus besar yang menjadi pantaua KPAI.
"Dari delapan kasus tersebut, sebanyak 80 persen rekrutmen melalui daring," kata Ai dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Rekrutmen melalui daring berbeda dengan pola konvensional, dengan daring pengguna dapat berinteraksi dan bertransaksi kapan pun dan dimana pun.
Sedangkan sistem konvensional akan ada pola perpindahan tempat, penjemputan, oenampungan dan eskploitasi manual.
Dia mencontohkan salah satu kasus prostitusi daring yang terjadi di Jakarta Barat, eksploitasi seksual disajikan secara "live streaming" sesuai harga yang ditetapkan oleh mucikari.
"Demikian juga kasus-kasus yang kami pantau mereka menggunakan media sosial untuk prostitusi seperti melalui facebook, WhatsApp, Line dan sebagainya," kata dia.
Dia mengatakan fenomena prostitusi daring ini terjadi di seluruh Indonesia. Untuk mencegahnya pengasuhan dalam keluarga menjadi kunci.
Anak korban prostitusi akan menerim kerugian luar biasa, seperti dari kesehatan reproduksi terpapar HIV AIDs serta kehamilan yang tidak diinginkan.
Untuk mencegah hal itu terjadi KPAI merekomendasikan anak diberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan literasi era digital.
"Orang tua sudah sepatutnya membatasi jam mereka berselancar di dunia maya dan mengawasi mereka saat menggunakan gawai," kata Ai.
KPAI juga meminta pemerintah mengoptimalkan rehabilitasi sosial dan pemulihan korban anak dengan mengutamakan layanan pemulihan fisik, psikologis dan mental anak agar mereka dapat bangkit dan tidak kembali ke lingkungan semula.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019