"Kajian awal dari tim badan geologi UGM ada tiga bendungan kaskade atau berjenjang. Mumpung volumenya belum besar harus kita bongkar dialirkan pelan-pelan sehingga tidak terjadi banjir bandang. Potensi untuk terjadinya ini masih besar sekali," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Jumat.
Selain adanya berdua rawan tersebut, kondisi geologi di kawasan itu juga rawan longsor.
Sutopo mengatakan, kejadian bencana banjir bandang di Sentani Jayapura pada Sabtu (16/3) penyebabnya kombinasi yaitu antara faktor alam dan antropogenik.
Faktor alam adalah curah hujan yang sangat ekstrem yaitu 248,5 mm yang turun selama tujuh jam dalam ekosistem.
"Ketika di jatuhi curah hujan yang begitu besar maka tidak dapat menampung dengan kondisi topografi di pegunungan Cycloop yang kondisinya sangat curam," katanya.
Selain itu juga disebabkan karena kerusakan lingkungan, terjadi perambahan cagar alam sejak 2003. Terdapat penggunaan lahan permukiman dan pertanian lahan kering campur pada DTA Banjir seluas 2.415 ha.
Serta adanya penebangan pohon untuk pembukaan lahan, perumahan dan kebutuhan kayu serta adanya tambang galian C.
Di samping itu, pemukiman di hilir banyak dibangun di zona merah.
Banjir bandang tersebut menyebabkan 112 orang meninggal dunia, 82 orang hilang, 917 orang luka-luka, 8.008 orang mengungsi dan 33.161 KK terdampak. Selain itu tercatat, 1.770 unit rumah rusak.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019