"Pencegahan penting untuk melindungi anak dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Jangan menunggu anak terpapar," kata Hasan dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Jumat.
Hasan mengatakan pencegahan terhadap paparan radikalisme dan terorisme kepada anak harus dilakukan agar anak tidak terlibat terorisme dan tidak masuk dalam sistem hukum peradilan.
Pencegahan paparan radikalisme dan terorisme dilakukan dengan cara primer, yaitu kepada semua anak; sekunder, yaitu kepada anak yang rentan; dan tersier, yaitu kepada anak yang telah terpapar.
Untuk melindungi anak dari radikalisme dan terorisme, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menyusun Rancangan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme.
"Saat ini Rancangan Peraturan Menteri itu sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," tuturnya.
Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah membahas rencana aksi dengan kementerian/lembaga terkait.
"Rencana aksi itu tentang kegiatan pencegahan agar anak tidak menjadi korban radikalisme dan terorisme serta penanganan anak yang sudah menjadi korban," jelasnya.
Hasan mengatakan menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, terdapat 1.800 anak berhadapan dengan hukum dalam kasus radikalisme dan terorisme yang belum tersentuh pendampingan.
"Itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Anak-anak itu mengalami penderitaan dan trauma, sehingga tidak mau terlibat dengan masyarakatnya. Itu termasuk tanggung jawab pemerintah daerah," jelasnya. ***3*** (T.D018)
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019