"Kalau bisa defisit ekspor impor dua persen di bawah Produk Domestik Bruto, karena semakin besar defisit artinya kita makin besar butuh pembiayaan dari luar negeri," kata dia di Padang, Jumat pada Diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia .
Menurut dia kalau Indonesia bisa mengendalikan defisit ekspor dan impor dan pada 2024 bisa dibawa dua persen maka artinya pembiayaan luar negeri untuk ekonomi Indonesia bisa lebih kecil.
"Cara untuk menekan defisit tersebut dengan meningkatkan eskpor, meningkatkan produksi dalam negeri hingga mengurangi impor bahan bakar fosil dan menumbuhkan sektor pariwisata," kata dia.
Mirza menyampaikan saat ini utang Indonesia dibatasi tidak boleh lebih dari 60 persen dari pendapatan domestik bruto dan ini mengacu kepada standar yang dipakai negara Uni Eropa.
"Tapi negara Uni eropa yang utangnya di bawah 60 persen PDB hanya Jerman dan Indonesia saat ini angkanya 29 persen dari PDB," ujar dia.
Ia mengemukakan alasan kenapa Indonesia harus berutang ke luar negeri karena dana dalam negeri tidak cukup.
"Jika dijumlahkan total dana yang dimiliki perbankan di dalam negeri baru 33 persen dari total ekonomi Indonesia , artinya tidak cukup dan kalau mau membangun perlu dana dari luar negeri," katanya.
Pada sisi lain ia menyampaikan saat ini utang luar negeri Indonesia berada pada level yang normal akan tetapi yang menjadi perhatian adalah mesti dibayar dengan valuta asing.
Oleh sebab itu utang luar negeri sebaiknya harus menghasilkan aktivitas ekspor agar menghasilkan valuta asing.
Demikian juga pembangunan infrastruktur diharapkan akan bisa menunjang sektor ekspor , katanya menambahkan.
Baca juga: Kemendag ungkap strategi tembus pasar negara ekonomi baru
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019