Ketua Asosiasi perjalanan wisata Indonesia (Asita) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Abed Frans mengatakan satwa Komodo di Taman Nasional Komodo sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia perlu pengawasan yang super ketat.bukan cuma penjagaan yang super ketat, tapi pemeliharaan komodo harus betul-betul bagus agar icon pariwisata kita yang sudah mendunia ini tidak punah
"Pengawasan terhadap satwa komodo tidak bisa biasa-biasa saja, perlu upaya super ketat karena ini satu-satunya satwa di dunia yang hanya ada di NTT," katanya kepada Antara di Kupang, Sabtu.
Ia mengatakan hal itu menanggapi adanya kasus perdagangan bayi satwa purba Komodo yang berhasil dibongkar oleh Polda Jawa Timur ketika hendak dikirim ke luar negeri belum lama ini.
Abed menilai, peristiwa tersebut menunjukkan bahwa otoritas terkait masih lemah terkait kualitas pengawasan terhadap kadal raksasa yang juga telah dinobatkan UNESCO sebagai warisan dunia.
"Kami berharap aparat berwenang mengusut tuntas kasus ini sehingga komodo yang sebelumnya sudah terlanjut dijual bisa dikembalikan ke habitat aslinya," katanya.
Ia menjelaskan, sejumlah peristiwa miris juga sebelumnya terjadi di TNK seperti kebakaran hutan, pemancingan komodo, pembantaian rusa.
Menurutnya, hal ini menunjukkan masih lemahnya kualitas pengawasan sehingga perlu pembenahan baik dari aspek sumber daya manusia maupun fasilitas pendukung.
"Jika perlu Pulau Komodo segera ditutup dulu untuk sementara waktu agar dibenahi kembali dari semua aspek sehingga tidak lagi muncul peristiwa miris seperti ini," katanya.
Pihaknya juga menyarankan agar perlu disiagakan polisi pariwisata di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat maupun di dalam kawasan TNK.
"Namun bukan cuma penjagaan yang super ketat, tapi pemeliharaan komodo harus betul-betul bagus agar icon pariwisata kita yang sudah mendunia ini tidak punah," katanya.
Baca juga: Enam bayi komodo akan dibawa kembali ke NTT
Baca juga: DPD-RI minta Kapolri usut jaringan penyelundup bayi Komodo
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019