Risiko pasien kanker tinggi akibat stres

30 Maret 2019 15:53 WIB
Risiko pasien kanker tinggi akibat stres
Ilustrasi pasien kanker mendapatkan dukungan dari pasangannya (Shutterstock)
Pasien kanker punya risiko merasakan sakit fisik lebih tinggi karena menanggung beban psikologis atau stres dari kondisi lingkunganya.

"Saya menaruh perhatian pada kondisi psikologis pasien kanker karena saya percaya kondisi itu berdampak pada kesehatan mereka. Stres adalah faktor yang sangat serius pasien kanker. Mereka sulit sekali menerima kondisi penyakitnya," ujar konsultan senior onkologi medis Park Cancer Centre (PCC) Singapura Ang Peng Tiam kepada Antara, Jumat (29/3).

Direktur medis di PCC itu mengatakan para pasien kanker seringkali sulit menerima kondisinya fisiknya dan akan memicu stres. Apalagi jika lingkungannya tidak mendukung pemulihan pasien.

Stres akibat kanker mungkin dapat teratasi oleh pasien selama tiga hingga lima tahun. Tapi, stres itu dapat kembali muncul misalnya akibat tidak ada dukungan dari pasangan untuk pengobatan ataupun situasi lain.anker.

"Stres mempengaruhi sistem kebebalan tubuh. Jika penderita stres, mereka berisiko lebih tinggi mengalami sakit fisik. Tidak mengherankan jika stres menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk pasien kanker," ujar Ang.

Baca juga: Punya riwayat kanker, Shahnaz Haque ajak keluarga hidup sehat
 
Konsultan senior onkologi medis di Park Cancer Centre (PCC) di Singapura, Dr Ang Peng Tiam usai sesi wawancara di Jakarta, Jumat (29/3/2019). (Istimew)


Selain stres, Ang mengatakan pasien kanker juga sering memiliki kondisi emosi yang berubah-ubah setiap saat. Ang menyontohkan pasien berusia 30 tahun yang merasa geram setelah terdiagnosa kanker otak.

"Dia bilang, 'pola makan saya sehat, saya rajin berolahraga, tidur cukup, saya tidak merokok ataupun konsumsi minuman beralkohol'. Dia marah. Dia tidak bisa menerima kondisi itu. Padalah, kanker bisa menyerang siapa saja," kata Ang.

Pasien kanker, lanjut Ang, juga sering kehilangan semangat dan merasa tidak ada harapan untuk hidup normal. Dukungan pasangan, keluarga, dan dokter berperan untuk mendorong pasien mendapatkan lagi semangat mereka dan melawan kanker.

Seorang penyintas kanker serviks Endang Suryani (52) mengaku sempat tidak percaya kalau ada sel kanker di serviksnya. Dia tidak menerima hasil diagnosa kanker serviks pada 2016.

Endang mencoba pengobatan di luar medis dan justru terjadi pendarahan hebat setelahnya. "Di biopsi, lalu di USG. Kanker sudah seperempat serviks," katanya.

Endang bergabung dengan komunitas Cancer Information and Support Center (CISC) untuk membantu pemulihan semangat melawan penyakit kanker. Endang dapat berbagi perasaan dan menghimpun semangat dari anggota-anggota lain CISC.

Baca juga: Selebriti dan sosialisasi pencegahan kanker serviks

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019