Tuhan tak pernah absen mencoblos

31 Maret 2019 12:43 WIB
Tuhan tak pernah absen mencoblos
Seorang buruh tani bernama Tuhan memperlihatkan KTP elektroniknya yang tinggal di Kabupaten Jember. (Zumrotun Solichah)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, dan sesuatu yang disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, sedangkan kata Tuhan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Tuh Hyang, yang memiliki arti roh atau dewa yang memiliki posisi tertinggi dalam kayangan atau surga.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jagad maya dan media massa diramaikan oleh kenyataan bahwa kata Tuhan dijadikan nama seseorang. Warga yang memiliki nama Tuhan dan sempat menjadi viral di media sosial itu, salah satunya adalah warga yang tinggal di Kelurahan Slawu, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Memiliki nama unik yang diberikan oleh orang tuanya sejak lahir merupakan kebanggaan tersendiri bagi Tuhan (69).

Meski nama aslinya bernama Tuhan, namun tetangganya sering kali memanggilnya dengan nama Pak Farida karena anak pertamanya bernama Farida atau Pucit yang merupakan panggilannya sejak kecil di kampung halaman asalnya di Kelurahan Gebang, Kecamatan Patrang.

Pucit yang lahir 26 September 1950 itu tidak lagi dipanggil Tuhan setelah menikah dengan Misnawati (58) dan memiliki dua anak yang bernama Farida dan Siti Romlah Handayani. Bahkan saat ini jarang orang tahu kalau namanya Tuhan, seperti yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP).

Ia juga tidak mengerti mengapa orang tuanya memberikan nama Tuhan yang artinya sang pencipta karena pria yang bekerja sebagai buruh tani itu juga tidak pernah bertanya tentang pemberian nama itu saat kedua orang tuanya masih hidup, bahkan ketiga kakaknya yang memiliki nama Mapuk, Ami, dan Sahari juga tidak pernah memberitahunya asal usul kedua orang tuanya memberi nama tersebut.

Tuhan meyakini bahwa orang tuanya memiliki keinginan baik dan tujuan yang mulia dengan memberikan nama tersebut kepadanya dengan harapan bisa menjalani kehidupan dunia dan akhirat yang lebih baik, serta menjalankan ibadah sesuai syariat Islam dengan tekun.

Ia mengaku tidak punya beban menyandang nama Tuhan yang diberikan orang tuanya karena selama ini tidak pernah ada orang mencibirnya atau mempersoalkan dengan nama yang di milikinya, bahkan ia berusaha menjalani hidup dengan cara sederhana, giat bekerja, selalu menolong orang lain dan beribadah sesuai agama Islam.

Tuhan yang sehari-hari menjadi buruh tani dan mencari rumput untuk dua ekor sapi milik tetangganya itu selalu berangkat pagi-pagi sekali untuk bekerja di sawah atau ladang orang lain. Ia bekerja tanpa mengeluh di usianya yang kini tak lagi muda dan menerima bayaran berapapun yang diberikan pemilik lahan kepadanya.

Meski hanya sebagai buruh tani yang tidak memiliki lahan, bapak dua anak itu tetap berusaha mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya dan dibantu dengan istrinya yang juga sebagai buruh tani. Di usianya yang hampir 70 tahun ia tetap semangat bekerja di lahan pertanian milik orang lain.

Tuhan mengaku hanya mengenyam pendidikan satu tahun di bangku sekolah dasar saat itu dan tidak meneruskan sekolah karena persoalan biaya, sehingga ia tidak bisa membaca dan menulis. Ia hanya membubuhkan cap jempol ketika mengurusi administrasi kependudukan dan lainnya.

Kendati buta aksara, ia selalu aktif mengikuti kegiatan di lingkungannya, seperti pengajian dan kegiatan RT atau RW di lingkungan setempat. Tuhan tidak pernah absen untuk menyalurkan hak pilihnya setiap ada kegiatan pemilu lima tahunan di wilayah setempat.

Tuhan mengaku selalu datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyalurkan hak suaranya setiap ada momentum pesta demokrasi lima tahunan dan tidak pernah absen, meskipun dalam keadaan sakit karena, menurutnya, satu suara yang diberikan warga sangat berarti untuk masa depan yang lebih baik dan hal itu dilakukan merupakan kewajiban sebagai warga negara.

"Saya selalu menyempatkan datang ke TPS untuk mencoblos setiap ada pemilu dan biasanya saya datang pagi-pagi sekali sebelum bekerja menjadi buruh tani di sawah. Petugas sudah tahu dan mereka datang lebih pagi juga," katanya.

Tuhan mengaku tidak pernah absen atau golput dalam pemilu karena kehadirannya ke TPS juga sangat diharapkan penyelenggara pemilu untuk mendongkrak partisipasi pemilih di wilayah setempat, meskipun ia kadang tidak tahu visi misi para kandidat pemimpin bangsa tersebut dan terkadang hanya melihat dari televisi dan berdiskusi dengan anaknya.

Ia juga tidak pernah dipaksa untuk menyalurkan hak pilihnya dan memilih salah satu calon tertentu karena Tuhan sadar bahwa pilihannya sesuai hati nurani dan saat berada di dalam bilik suara, ia akan mencoblos sesuai petunjuk sah surat suara yang pernah disosialisasikan dari penyelenggara pemilu karena ia juga tidak bisa membaca kertas surat suara tersebut.

Di Pemilu 2019, Tuhan mengaku sudah punya pilihan untuk memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dan anggota DPRD Jember berdasarkan informasi yang didapatnya dari pengajian dan anaknya, namun untuk DPR, DPRD Provinsi Jatim, dan DPD masih belum memiliki pilihan.

Ia juga meminta kedua putrinya yang sudah berkeluarga untuk menyalurkan hak pilihnya dan melarang keras untuk tidak memilih (golput) karena tindakan itu dinilai tidak baik untuk menyukseskan pemilu, sehingga kedua putri dan menantunya juga mengikuti arahan Tuhan untuk menyalurkan hak suaranya di TPS tanpa ada paksaan dan dengan kesadaran penuh.

Farida yang merupakan anak pertama Tuhan mengatakan bapaknya selalu datang ke TPS setiap pemilu, dan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) juga mafhum kalau Tuhan selalu hadir di TPS lebih awal sebelum bekerja di sawah.

Meski hanya setahun mengenyam pendidikan dan masih buta aksara, lanjut dia, kesadaran politik bapaknya untuk menyalurkan hak suaranya di TPS sangat tinggi dan patut diapresiasi dalam menyukseskan pemilu karena setiap pesta demokrasi tidak pernah golput dan selalu mengajak keluarga dan tetangganya untuk datang ke TPS.

Sementara itu, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jember mencatat sejumlah nama "Tuhan" masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019, sehingga mereka akan menyalurkan hak suaranya pada 17 April 2019 di TPS sesuai dengan DPT masing-masing.

"Enam nama Tuhan itu tersebar di lima kecamatan, yakni satu orang berada di Kecamatan Arjasa, satu orang di Kecamatan Balung, satu orang di Kecamatan Patrang, satu orang di Kecamatan Kencong, dan dua orang di Kecamatan Sumberbaru," kata komisioner KPU Jember Ahmad Hanafi.

Menurutnya, nama Tuhan tersebut bukan kali pertama masuk dalam DPT pemilu, namun sudah terdaftar dalam pemilu sebelumnya dan namanya memang seperti itu, bukan hasil rekayasa.

Nama mereka sudah terdaftar di masing-masing TPS di lingkungan mereka tinggal, sehingga enam warga yang bernama Tuhan itu menyalurkan hak pilihnya di TPS yang sudah tercatat nama mereka.

Secara rinci, warga bernama Tuhan di Kecamatan Sumberbaru tercatat sebagai pemilih di TPS 011 di Desa Pringgowirawan dan TPS 013 di Desa Karangbayat, kemudian nama Tuhan di Kecamatan Kencong tercatat masuk DPT di TPS 079 di Desa Kencong, nama Tuhan di Kecamatan Patrang akan menyalurkan hak suaranya di TPS 012 yang berada di Kelurahan Slawu.

Selanjutnya pemilik nama Tuhan di Kecamatan Balung akan menyalurkan hak pilihnya di TPS 022 Desa Tutul, dan nama Tuhan yang terakhir di Kecamatan Arjasa tercatat masuk DPT di TPS 014 di Desa Kemuninglor.

Berdasarkan data KPU Jember, jumlah DPT Pemilu 2019 sebanyak 1.864.393 orang yang terdiri 920.317 pemilih laki-laki dan 944.076 pemilih perempuan yang tersebar di 7.666 TPS berada di 248 desa dan kelurahan di 31 kecamatan di Kabupaten Jember.


Titik rawan dan pengamanan pemilu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Jember juga memetakan sebanyak 23 titik yang dinilai rawan dalam pelaksanaan pemilihan umum serentak pada 17 April 2019 berdasarkan hasil pemetaan titik rawan yang dilakukannya dan juga hasil rapat koordinasi dengan aparat kepolisian dan TNI.

Ketua Bawaslu Jember Imam Thobrony Pusaka mengatakan 23 titik rawan tersebut tersebar di 20 kecamatan dengan dua kategori, yakni titik rawan konflik dan titik rawan distribusi logistik karena lokasi sejumlah tempat pemungutuan suara (TPS) di kecamatan setempat sulit dijangkau dengan kendaraan roda empat dan lokasinya terpencil.

"Sebanyak 23 titik rawan itu akan mendapatkan perhatian khusus dalam pengawasannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan bisa menghambat jalannya pemilu saat pemungutan suara nanti," tuturnya.

Ia menjelaskan sebanyak 13 titik dinilai rawan konflik karena karakteristik pemilih di wilayah setempat yang keras, mudah terprovokasi dan emosi, serta tingginya militansi para pendukung yang dapat menyebabkan gesekan antarpendukung saat pemilu seperti pengalaman pemilu sebelumnya.

Kecamatan yang dinilai rawan konflik pemilu, yakni Kecamatan Ajung, Arjasa, Bangsalsari, Kaliwates, Kencong, Ledokombo, Mayang, Pakusari, Patrang, Silo, Sukowono, Sumberbaru, dan Sumbersari. Data itu berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya.

Sedangkan 10 titik yang dinilai rawan distribusi logistik karena kondisi geografis di wilayah setempat yang kurang mendukung dan terpelosok, yakni tersebar di Kecamatan Ambulu, Bangsalsari, Jelbuk, Jombang, Mumbulsari, Panti, Silo, Sumberbaru, Tempurejo, dan Sukorambi.

Bawaslu mengaku akan selalu berkoordinasi terus dengan jajaran pengawas di tingkat kecamatan dan desa, serta aparat kepolisian, untuk menciptakan pemilu damai dengan dukungan tokoh masyarakat, khususnya kecamatan-kecamatan yang masuk dalam titik rawan tersebut.

Tidak hanya Bawaslu, aparat kepolisian juga sudah siaga untuk menyukseskan Pemilu 2019 dengan mengerahkan ribuan personel dalam mengamanankan seluruh tahapan pemilu serentak hingga proses penghitungan surat suara nanti.

Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo mengatakan sekitar 16 ribu personel gabungan akan mengamankan Pemilu 2019 dengan rincian personel Polri sebanyak 970 orang, TNI sebanyak 270 orang, dan 15 ribu personel Linmas, sehingga diharapkan tercipta pemilu yang damai di Kabupaten Jember.

"Pemilu 2019 tantangannya lebih berat dibandingkan pemilu sebelumnya, terutama maraknya informasi hoaks atau bohong yang tersebar secara meluas di tengah-tengah masyarakat, sehingga kami imbau masyarakat tidak mudah percaya informasi bohong tersebut dan kami imbau masyarakat tidak golput," katanya.

Polres Jember juga sudah menggelar apel siaga untuk menyiapkan ribuan personel pengamanan Pemilu, bahkan simulasi untuk mengatasi kerusuhan pemilu juga dilaksanakan demi terciptanya Pemilu 2019 yang aman dan damai, serta pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut dapat berjalan lancar dan kondusif.

Memilih atau tidak memilih (golput) merupakan hak bagi warga, namun sebagai warga negara yang baik, masyarakat diimbau untuk memilih, agar demokrasi berjalan dengan baik karena kedaulatan sepenuhnya sudah diberikan kepada rakyat dan rakyatlah yang akan menentukan nasib Indonesia ke depan. (*)

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019