Apa itu Gerakan Kembali ke Meja Makan?

31 Maret 2019 15:26 WIB
Apa itu Gerakan Kembali ke Meja Makan?
Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani (paling kiri) bersama Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah (paling kanan) pada Dialog tentang Gerakan Kembali ke Meja Makan di Padang, Minggu (31/3) (Budi Santoso)
Rutinitas manusia modern membuat setiap elemen keluarga mempunyai waktu yang sulit dipertemukan.

Apalagi mereka yang tinggal di metropolitan di mana jarak antara rumah dan tempat pekerjaan, sekolah dan layanan publik tidaklah dekat, membuat banyak waktu terbuang di jalan.

Waktu untuk berkumpul bersama keluarga menjadi amat terbatas. Padahal komunikasi fisik menjadi sesuatu yang sangat menentukan keharmonisan rumah tangga dan perekatan hubungan emosional yang lebih kuat antara orang tua dan anak.

Komunikasi bukan sekadar dialog suara dan gambar yang terhubung melalui ponsel tetapi kebersamaan dan kedekatan menjadi sesuatu yang berharga. Kedekatan emosional akan semakin kuat manakala sering berkumpul bersama.

Salah satu waktu yang tepat untuk sarana kumpul bersama adalah makan bersama keluarga dalam satu meja.

Jika hari-hari kerja sulit untuk mengaturnya maka hari libur menjadi sesuatu yang berharga. Mulailah mengatur jadwal tetap kumpul bersama, olahraga, berbincang dan makan bersama setiap libur tiba.

Untuk menggugah kesadaran pentingnya acara kumpul bersama keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional melaunching Gerakan Kembali ke Meja Makan secara nasional di Kota Padang, Minggu (31/3).

"Gerakan Kembali Ke Meja Makan adalah upaya bersama untuk mengingatkan kembali keluarga-keluarga Indonesia akan pentingnya meluangkan waktu untuk berkumpul dan berkomunikasi bersama anggota keluarga," kata Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani saat dialog program itu di Padang.

Banyak penelitian mengungkap manfaat makan bersama keluarga mampu merekatkan hubungan keluarga lewat suasana santai, informal, diselingi obrolan-obrolan. Dari situ anak bisa curhat tentang lingkungan sosial, sekolah, bahkan curhat soal asmaranya.

Anak punya saluran untuk mencurahkan persoalan yang terpendam, dan orang tua bisa membimbing anak-anak menyelesaikan setiap persoalan yang muncul.

Orang tua juga mempunyai kesempatan untuk melihat perubahan perilaku anak termasuk ekspresi mereka. Dari ekspresi bisa terlihat apakah sang anak mempunyai masalah yang terpendam.

Menurut penelitian yang dilakukan Syracuse University yang dikutip parenting.com, rutinitas keluarga seperti makan malam bersama bisa berkaitan erat dengan pernikahan yang lebih bahagia, meningkatkan kesehatan anak-anak, dan hubungan keluarga yang lebih kuat.

Sementara profesor dan peneliti dari Universitas Ottawa, Valerie Steeves mengatakab, satu hal penting yang perlu dilakukan keluarga yakni makan bersama, terutama di waktu makan malam.

"Duduklah, lalu makan dengan menu makanan utama. Kemudian, buat percakapan di ruang itu," ujar Valerie dikutip dari Global News.


Pengaruh Medsos

Era media sosial membuat interaksi langsung bersama anggota keluarga menjadi berkurang sehingga sudah saatnya untuk memulai gerakan kembali ke meja makan sebagai sarana komunikasi keluarga.

Menurut Yani perkembangan teknologi internet saat ini membawa tantangan tersendiri bagi ketahanan keluarga.
Di lingkungan keluarga, internet khususnya media sosial membuat interaksi sesama anggota keluarga berkurang karena padatnya aktifitas mereka internet mengubah pola asuh orang tua kepada anaknya.

Ia menilai, sosok orang tua kini tidak lagi menjadi referensi tunggal bagi anak karena banyaknya informasi yang tersebar di dunia digital.

"Ayah dan ibu jangan lupakan bahwa mereka masih ada tugas yang harus dijalankan yaitu menjadi teman, pembimbing dan contoh bagi anak-anak," katanya.

Gerakan ini menurut Yani tidak hanya diartikan harus berkumpul di meja makan tetapi yang terpenting adalah adanya waktu berkumpul bagi keluarga.

Ia mengapresiasi Gerakan 18-21 yang sudah digagas di Pemerintah Kota Padang, yakni pada jam 18.00 WIB sampai 21.00 WIB adalah waktu keluarga untuk shalat magrib dan isha berjamaah, mengaji yang dipimpin kepala keluarga, serta kesempatan anak belajar tanpa diganggu media sosial.

Pada waktu itu, orang tua bisa menanamkan nilai-nilai etika, kejujuran, sopan santun bahkan juga nilai pengembangan wawasan ekonomi.

"Orang Tionghoa, menjadikan makan bersama sebagai ajang mendidik anak bagaimana menjalankan bisnis," katanya.

Ia juga mengapresiasi Pemkot Padang yang akan membuat Perda ketahanan keluarga supaya setiap keluarga tidak akan mudah runtuh dengan perubahan zaman.


Gerakan 18-21

Pada dialog itu Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah mengatakan, gerakan 18-21 memberikan kesempatan bagi orang tua untuk berkomunikasi dan memberikan bimbingan spiritual untuk memperkuat anak-anak menghadapi lingkungan sosial.

"Banyak anak-anak yang terjerumus narkoba dan miras karena kurangnya perhatian dan komunikasi dengan orang tua," katanya.

Ia juga meminta masyarakat Kota Padang membudayakan untuk mematikan televisi dan meminta anak-anak berhenti bermedia sosial pada jam 18.00 sampai 21.00 itu.

Gunakan rentang waktu itu untuk meningkatkan spiritulitas, membimbing anak-anak dan mendampingi anak-anak belajar.

Ia menilai gerakan kembali ke meja makan yang digagas BKKN telah memperkuat gerakan 18-21 karena inti gerakan itu adalah bagaimana komunikasi dalam keluarga bisa berjalan dengan baik.

Nurul Afifah, kader Genre dari Kabupaten Agam yang hadir pada dialog itu mengatakan, kumpul keluarga dalam satu meja makan merupakan sesuatu yang berharga karena ia mengakui selama ini orang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk komunikasi di medsos.

"Saya kira kita perlu mematikan sejenak HP kita, saat kita kumpul bareng keluarga. Jangan sampai kita berkumpul tapi komunikasi dengan yang lain melalui medsos," katanya.

Pewarta: Budi Santoso
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019