"Memang 90 persen batu bara di domestik untuk pembangkit listrik, sisanya untuk industri lain," kata Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, dalam seminar bertajuk "Transisi Energi Global dan Masa Depan Batubara di Indonesia" di Jakarta, Senin.
Menurut Fabby Tumiwa, memang di dalam berbagai perencanaan yang dilakukan PLN, selalu terlihat bahwa kebutuhan batu bara untuk keperluan pembangkit selalu naik.
Apalagi, ujar dia, sejak lima tahun terakhir konsumsi batu bara per unit pembangkit listrik yang dihasilkan juga naik.
Kajian IESR yang dirilis pada Februari 2019 lalu, ujar dia, mengindikasikan ada potensi kelebihan pasokan 12 GW pada 2027/2028 dengan proyeksi permintaan listrik yang lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh pihak PLN.
Dengan semakin murahnya teknologi listrik tenaga surya dan baterai, lanjutnya, di masa depan juga diprediksi terdapat potensi terjadi grid deflection akibat meningkatnya penggunaan teknologi tenaga surya atau PLTS di atas atap, yakni rooftop solar dan baterai.
IESR memprediksi ada potensi rooftop solar sebesar 15 GW sampai dengan tahun 2030. "Jika potensi ini terealisasi dapat mengurangi permintaan listrik PLN di masa depan yang dapat berimplikasi terhadap faktor kapasitas pembangkit thermal yang ada," ucapnya.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN terbaru yang diterbitkan pada Februari 2019, kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik diperkirakan meningkat dari 90 juta ton/tahun pada saat ini menjadi sekitar 150-160 juta ton pada 2028-2030.
Selama empat tahun terakhir, pendapatan batu bara yang diterima mencapai rata-rata sekitar Rp31 triliun/tahun atau mencapai rata-rata mendekati 80 persen dari total pendapatan non-minyak dan gas bumi, tetapi kontribusi pendapatan batu bara untuk anggaran negara hanya sekitar 1,5 - 2 persen dari total pendapatan negara.
Sumber dan produksi batu bara Indonesia sebagian besar hanya tersebar di empat provinsi yaitu Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Bahkan di Kaltim, sektor batu bara menyumbang sekitar 35 persen dari Produksi Domestik Bruto (PDB) provinsi pada tahun 2017.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019