"Dengan keterbatasan lahan di Kota Probolinggo, kami berharap hasil produksi pertanian dapat meningkat dan pemerintah harus mengambil langkah untuk memberi pemahaman kepada petani untuk menggunakan lahan tidak produktif," kata Wali Kota Habib Hadi di Kelurahan Sumber Wetan, Kota Probolinggo.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, lanjut dia, sudah menggelar sosialisasi tentang pemanfaatan lahan yang tidur dan Pemkot Probolinggo berencana melakukan kunjungan ke LIPI untuk mendapatkan bibit yang unggul untuk meningkatkan hasil lahan pertanian yang optimal.
"Sesuai dengan cuaca, ketahanan, kekuatan dan iklim, maka jenis bibit padi hibrida merupakan jenis padi yang cocok dan bisa dikembangkan di Kota Probolinggo," tuturnya.
Saat berdialog dengan petani yang mengeluhkan hasil pertaniannya menurun, wali kota mengatakan biasanya petani hanya asal menanam dan tidak melihat jenis bibit, serta PH tanah karena kalau keduanya tidak diperhatikan maka hasil pertanian jelas akan berkurang.
"Petani masih memakai metode lama yakni asal tanam karena seharusnya PH tanah diukur dulu. Semua gabungan kelompok tani (gapoktan) di Kota Probolinggo sudah punya alat ukur untuk kesehatan tanah, sehingga petani bisa meminjam ke gapoktannya," katanya.
Meskipun stok hasil pertanian di Kota Probolinggo relatif aman, Habib Hadi tidak mau terlena dan terus menyemangati para petani untuk bisa meningkatkan daya saing dengan daerah lain, sehingga petani di Kota Probolinggo harus bisa meningkatkan hasil pertanian dan daya saing dengan lahan yang sempit.
"Tantangan petani sangat banyak selain masalah bibit, yakni biaya dan pemasaran. Tantangan itulah yang harus dicari solusinya, sehingga tidak ada lagi petani yang dimanfaatkan oleh tengkulak dan pemerintah terus berupaya memperhatikan apa yang jadi kendala supaya ada solusi untuk petani," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Probolinggo Sukarning Yuliastuti mengatakan padi hibrida memang punya kelebihan hasil panen yakni ladang seluas 1 hektare bisa panen hingga 10-14 ton, padahal jenis padi lainnya maksimal hanya 8 ton sekali panen.
"Namun, bibit (hibrida) lebih mahal yakni bibit 1 ton harganya sekitar Rp1 jutaan. Saat ini, kami masih ujicoba di pekarangan (ladang) Sumber Wetan yang menghasilkan panen 10,5 ton," katanya.
Ia berharap semua petani memakai bibit padi hibrida karena harus ada perlakuan khusus, kadang petani hanya memakai pupuk urea saja, sedangkan padi hibrida harus seimbang menggunakan pupuk urea dan pupuk NPK.
Baca juga: Padi Hibrida diminati petani pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019