Sebagian daratan pulau Waigeo adalah kawasan cagar alam yang didalamnya hidup berbagai satwa sehingga perlu dijaga oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSA) Provinsi Papua Barat.
Kepala BBKSDA Papua Barat, Basar Manullang di Sorong, Kamis mengatakan pulau Waigeo memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keunikan Waigeo disebabkan adanya proses geologi yang terjadi ribuan tahun lalu.
Dia mengatakan bahwa dulu Pulau Waigeo bagian dari Paparan Sahul yang terpisah ribuan tahun akibat adanya tumbukan Lempeng Australia - India dengan Lempeng Itulah yang menyebabkan banyak satwa dan tumbuhan endemik atau yang hanya ditemukan di Pulau Waigeo,
Menurut dia, Waigeo memiliki sebuah gunung tinggi yaitu gunung Danai dengan ketinggian 982 meter dari permukaan laut. Memiliki 80 persen hutan primer dan sebagian kecil hutan sekunder sehingga ditetapkan menjadi kawasan konservasi keanekaragaman hayati Irian Jaya pada tahun 1997.
Keanekaragaman hayati itulah sehingga banyak peneliti datang ke Pulau Waigeo. Pada tahun 1860 peneliti Alfred Russel Wallace telah mendatangi Waigeo. Selanjutnya pada 1906-1907 Thomas Barbour telah mengoleksi amfibi dan reptil di pulau Waigeo.
Ia menyampaikan pada 1930 penetiti W.J.C. Frost telah mengoleksi burung dari Pulau Waigeo. Lalu pada 1948-1949, ekspedisi Swedia-Belanda melakukan penelitian jenis burung, serangga, dan tumbuhan bersama peneliti dari Indonesia.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian dengan berbagai bidang keilmuan mulai 2007. Kemudian pada 2014, Penelitian Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat bersama organisasi Fauna dan Flora International Indonesia Program (FFI-IP) turut ikut serta dalam penelitian Waigeo.
Hasil penelitian tersebut, tercatat lebih dari 120 jenis pohon di hutan Waigeo. Ada 141 jenis satwa avifauna tercatat di hutan Waigeo. Senyak 24 mamalia dan 30 jenis herpetofauna ada di hutan Waigeo.
'Hutan Waigeo pula mudah menjumpai burung cendrawasih endemik yakni, cendrawasih merah dan cenderawasih botak yang sangat digemari wisatawan," ujarnya.(*)
Pewarta: Ernes Broning Kakisina
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019