"Karena itu perlu ada kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada pengurangan resiko bencana," ucap Eko Teguh Paripurno, Ketua Forum Perguruan Tinggi Pengurangan Resiko Bencana di Palu, Kamis.
Eko T Paripurno menjadi salah satu narasumber yang dihadirkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Sulawesi Tengah dalam dialog bertajuk "Media Briefing" tentang penanggulangan bencana di Pasigala ruang pertemuan Komnas-HAM Sulteng, Kamis.
Dalam paparannya Eko menguraikan empat faktor yang harus menjadi perhatian untuk pengurangan resiko bencana yaitu perencanaan pembangunan meliputi tata ruang, pencegahan, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan.
"Perencanaan yang baik ialah perencanaan pembangunan yang berbasis hak asasi manusia dan pengurangan resiko bencana," kata Eko.
Namun, sebelum memulai perencanaan perlu mengenal ancaman dan kerentanan terhadap resiko bencana. Karena itu, Eko menyebut, pembangunan yang diselenggarakan di wilayah/lokasi yang rentan bencana, merupakan kegagalan dari perencanaan.
"Namun ini tidak menjadi masalah, bila kita siap menghadapi atau mengelola ancaman dan bahaya terkait resiko bencana. Ini terkait dengan kesiapan kita, tentu perencanaan pembangunan di wilayah rentan berbeda," sebut dia.
Kemudian, urai dia, perlu ada upaya pencegahan atau mencegah terjadinya resiko bencana dalam perencanaan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Misalkan bencana longsor dan banjir.
Hal itu, kata dia, perlu di ikutkan dengan mitigasi bencana termasuk didalamnya pendidikan mengenai kebencanaan, resiko bencana dan pengurangan resiko bencana.
Terakhir mengenai kesiapsiagaan yang perlu di dukung dengan ketersediaan sarana dan pembuatan jalur-jalur evakuasi bila terjadi bencana dan sistem peringatan dini.
"Nah kesiapsiagaan ini perlu ada sistem mengenai peringatan dini, jalur evakuasi dan setersunya. Perlu memehami resiko, memantau bahaya, mengkomunikasikan dan respon," sebut dia.
Terkait hal itu Ketua Komnas-HAM Perwakilan Sulawesi Tengah Dedi Askary mengemukakan perencanaan pembangunan erat kaitannya dengan pemenuhan hak-hak manusia.
"Dari aspek pelaksanaan hukum, jika ada sekelompok orang yang dibolehkan untuk melakukan pembangunan, sementara kelompok lain atau masyarakat tidak dibolehkan, maka dari aspek persamaan hak di hadapan hukum, ini melanggar," sebut dia.
Hal itu dapat dicurgai sebagai suatu kejahatan luar biasa pada sektor perizinan sehingga ada pembedaan, karena itu terdapat pelanggaran hak asasi manusia, kata Dedi Askary.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019