Pengambil-alihan Gharyan setelah baku-tembak pada Rabu (3/4) dengan pasukan yang bersekutu dengan Perdana Menteri Tripoli Fayez As-Serraj mencapai puncaknya dengan desakan cepat ke arah barat oleh Tentara Nasional Libya (LNA), pimpinan Jenderal Khalifa Haftar, dari kubunya di Benghazi, Libya Timur.
Perkembangan tersebut memperlihatkan peningkatan serius konflik di Libya, yang telah berlangsung sejak penggulingan Muammar Gaddafi pada 2011.
"Kami sepenuhnya menguasai Gharyan dan sekarang saat kita berbicara, saya berkendaraan melalui kota kecil itu," kata Abdelsalam Al-Hassi, Komandan Operasi untuk mengamankan Libya Barat, melalui telepon kepada Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penahanan diri oleh semua pihak yang bertikai.
Guterres, yang tiba di Tripoli pada Rabu untuk mendorong pembicaraan perdamaian, mengatakan dalam satu cuitan sebelum perebutan Gharyan bahwa ia sangat prihatin dengan gerakan militer dan resiko bentrokan.
"Tak ada penyelesaian militer. Hanya dialog antar-orang Libya dapat menyelesaikan masalah Libya. Saya menyerukan ketegangan dan penahanan diri sementara saya mempersiapkan pertemuan dengan para pemimpin Libya di negeri ini," kaanya.
Libya telah terpecah antara pemerintah yang diakui masyarakat internasional di Tripoli dan pemerintah yang bersekutu dengan Haftar sejak penggulingan Gaddafi.
Gharyan, yang terletak di Pegunungan Barat sekitar 100 kilometer di sebelah selatan Ibu Kota Libya, Tripoli, telah bersekutu dengan Pemerintah Tripoli.
Kedua pihak terlibat pertempuran pada Rabu, tapi bentrokan bersenjata itu telah reda, kata Wali Kota Gharyan Yousef Al-Bdairi pada Kamis pagi.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pemberontak Libya timur tolak pemerintah baru
Baca juga: Pelabuhan Benghazi di Libya dibuka lagi setelah tiga tahun
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019