"Riau strategis karena dekat dengan beberapa negara tetangga. Buah-buah dari Riau, nanas contohnya cukup dikenal. Potensi ada, tapi memang kita perlu benahi sistemnya," kata Kepala BRG Nazir Foead kepada Antara di Pekanbaru, Riau, Senin.
Dia menjelaskan potensi ekspor buah nanas yang kini terhampar di lahan gambut bekas terbakar seluas 300 hektare terbuka lebar. Nanas yang dibudidayakan masyarakat Desa Pagaruyung memiliki kelebihan yakni buah yang manis serta memiliki kadar air banyak.
Bahkan, dia mengatakan Presiden Joko Widodo terkesan dengan buah nanas tersebut ketika pernah dibawa BRG ke Istana Merdeka, Jakarta.
"Buahnya sangat juicy. Bahkan Bapak Presiden sempat kaget, buahnya kok manis sekali. Lalu saya bilang ini dari Riau," ujarnya.
Untuk itu, dia mengatakan BRG mendorong nanas serta produk turunannya yang kini diolah menjadi keripik dan dodol dapat menjadi produk andalan keluar negeri.
Langkah pertama, kata dia, nanas serta produk turunannya juga harus higienis dan terdaftar di Kementerian Kesehatan serta lolos uji Balai Pengawas Obat dan Makanan. "Harus higienis sehingga diterima pasar," ujarnya.
BRG selanjutnya akan berupaya menjembatani kepada petani nanas di Kampar dengan konsultan bisnis di Jakarta sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah ekonomi.
"Dibutuhkan konsultan bisnis, kita juga sudah kontak di Jakarta ada grup besar yang sedang mengajak petani-petani berbagai daerah Indonesia. Mereka punya dapur yang sangat canggih untuk mengolah itu. Itu sudah kita mulai," jelasnya.
BRG mengembangkan perkebunan nanas selus 300 hektare di areal gambut Desa Pagaruyung sejak 2016 lalu. Perkebunan nanas tersebut merupakan salah satu program pemulihan gambut melalui revitalisasi ekonomi masyarakat setempat.
Pada 2019 ini, program serupa terus diperluas selain restorasi gambut melalui program pembasahan (rewetting) dan revegetasi.
Baca juga: Legowo 3:1 teknik budidaya nanas di lahan gambut Tangkit Baru
Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019