Sepucuk surat dari Mongolia

8 April 2019 16:50 WIB
Sepucuk surat dari Mongolia
Beberapa amplop surat suara yang sudah dicbolos oleh para WNI di China dan Mongolia dimasukkan dalam kotak suara tertutup di Sekretariat PPLN Beijing pada Selasa (2/4/2019). Kotak surat tersebut baru dibuka pada 17 April 2019 saat penghitungan surat suara. (M. Irfan Ilmie).

Mungkin ini untuk pertama kalinya ya, ada warga kita di Mongolia yang menggunakan hak pilihnya

Senin tanggal 1 April 2019 seolah menjadi titik nadir dalam sejarah pesta demokrasi kaum dispora Indonesia di luar negeri tatkala seorang kurir menyodorkan sepucuk amplop putih berukuran sedang melalui loket pos penjagaan.

Sepintas tidak ada yang istimewa dari amplop putih yang diterima petugas pos penjagaan gedung Kedutaan Besar RI di Beijing, tepat saat matahari pertama di bulan April 2019 menyingsing.

Amplop itu dianggapnya sama dengan surat-surat masuk lainnya. Di tangan petugas tata usahalah baru diketahui, ternyata amplop putih itu sangat istimewa bagi Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Beijing.

Begitu diterima dari staf TU tadi, Minny Elisa Yanggah selaku anggota PPLN Beijing yang bertanggung jawab atas pengiriman surat suara Pemilu 2019 via pos dengan langkah sigap memasukkan amplop putih tersebut ke dalam kotak suara tersegel.

Sepucuk amplop putih dari seorang warga negara Indonesia di Mongolia itu kini sudah berbaur dengan amplop lainnya di dalam kotak suara berbahan plastik transparan tertutup rapat.

"Mungkin ini untuk pertama kalinya ya, ada warga kita di Mongolia yang menggunakan hak pilihnya," kesan Ketua PPLN Beijing Oei Edy Susanto menanggapi datangnya surat suara dari Mongolia itu.

Sejak pertama kali terbentuk pada Maret 2018, lima anggota PPLN Beijing diliputi syak-wasangka, bisa atau tidak menghimpun ribuan WNI yang tersebar di 22 provinsi/munisipalitas di China daratan dan Mongolia agar bisa menggunakan hak konstitusionalnya memilih pemimpin negeri yang didambakannya.

Wilayah kerja PPLN Beijing sama dengan KBRI Beijing yang juga mencakup wilayah Mongolia, negara yang namanya tidak asing dalam buku-buku sejarah kerajaan di bumi Nusantara pada 1293 saat Kubilai Khan mengirimkan 30.000 bala tentaranya menginvasi Kerajaan Singhasari di Jawadwipa (sekarang Pulau Jawa).

Dalam satu kesempatan di sela-sela Bimbingan Teknis Pemilu 2019 di Beijing pada April 2018, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan pernah memberikan saran kepada PPLN Beijing untuk bisa mendapatkan pemilih di Mongolia.

Demikian dengan Ketua Pokja Pemilu Luar Negeri Kemlu RI Wajid Fauzi dalam kunjungan kerjanya ke KBRI Beijing pada tahun lalu juga bersedia membantu supervisi kalau-kalau PPLN Beijing memerlukan biaya untuk pendaftaran, pencocokan, dan penelitian calon pemilih di Mongolia.

Sayangnya, hal itu bukanlah pekerjaan mudah. Beberapa kali upaya yang dilakukan pihak Protokoler dan Kekonsuleran KBRI Beijing untuk bisa menjaring calon pemilih juga tidak membuahkan hasil, padahal sudah dibantu oleh Kementerian Luar Negeri Mongolia.

Duta Besar RI untuk China merangkap Mongolia Djauhari Oratmangun juga sempat menyampaikan persoalan tersebut saat bertemu dengan Menlu Mongolia Tsogtbaatar Damdin.

Dubes Djauhari yang untuk pertama kalinya bertemu Menlu Tsogtbaatar di Ibu Kota Mongolia di Ulaanbaatar pada 7 Desember 2018 itu juga sedang menyinggung berbagai persiapan menjelang pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia itu.

Upaya mencari calon pemilih di negara yang terkurung di antara dua negara besar, Rusia dan China, itu belum juga membuahkan hasil.

Saran Munkhsaran, dosen National University of Mongolia, sempat memberikan beberapa nama WNI yang tinggal di Mongolia berikut nomor kontak.

Namun dari penelusuran nomor kontak yang diperoleh dari dosen perempuan yang fasih berbahasa Indonesia itu tak ada satu pun yang tersambung.

"Mungkin mereka sudah pindah ke negara lain," komentar Saran yang selama ini sering membantu KBRI Beijing sebagai tenaga penghubung di Mongolia setelah beberapa nomor kontak yang diberikan tidak bisa dihubungi.

Baca juga: "Tiis ceuli, caang panon", demokrasi ala Kampung Naga

Kabar dari Osaka
Dubes RI untuk China merangkap Mongolia Djauhari Oratmangun (kiri) berbincang santai dengan Menlu Mongolia Tsogtbaatar Damdin di Ulaanbaatar pada 7 Desember 2018. (M. Irfan Ilmie)


Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) sudah beberapa kali direvisi dan beberapa kali pula telah dikirimkan ke KPU melalui Pokja Pemilu Luar Negeri di Jakarta.

Namun untuk calon pemilih dari negara yang mayoritas wilayahnya tanah gersang dan padang pasir itu tak kunjung datang jua.

Ada satu WNI yang sempat berhasil dihubungi, tapi tidak berlangsung lama putus kontak. "Mungkin dia sudah tidak tinggal lagi di Mongolia," ucap Arif Caturiyanto, anggota PPLN Beijing, saat berusaha menghubungi nomor kontak WNI tersebut yang tidak kunjung tersambung itu.

Di tengah kepasrahan para anggota PPLN Beijing untuk memberikan pelayanan kepada WNI dalam memenuhi hak konstitusionalnya di mana pun berada, tiba-tiba datang kabar dari PPLN Osaka.

PPLN yang berkantor di wilayah barat daya Jepang itu memberikan informasi kepada PPLN Beijing mengenai telah diterbitkannya formulir A5 kepada seorang WNI yang hendak pindah tempat pemungutan suara (TPS).

PPLN Beijing tidak menyiakan informasi tersebut dengan mencatat nama dan nomor kontak seorang WNI yang hendak pindah kerja ke Mongolia itu.

Kontak-kontakan dua arah Beijing-Osaka pun diintensifkan karena PPLN Beijing tidak ingin "buruan barunya" hilang seperti pengalaman yang sudah-sudah.

Gayung pun makin bersambut. Si WNI juga proaktif berkomunikasi dengan PPLN Beijing demi menjaga hak suaranya jangan sampai hilang sia-sia.

Pencantuman alamat WNI tersebut mutlak diperlukan oleh PPLN Bejing agar tidak ditolak oleh sistem komputer di KPU.

Tentu ini menjadi masalah tersendiri karena sebenarnya hingga menjelang batas akhir pengiriman DPTLN, Si WNI pria itu belum tahu persis, di mana dia tinggal selama di Mongolia nanti.

Namun Si WNI tidak kurang akal, dikirimkanlah alamat salah satu hotel berbintang di Kota Ulaanbaatar agar namanya tetap bisa tercantum dalam DPTLN termutakhir.

Beberapa hari menjelang logistik Pemilu 2019 dari Jakarta tiba di Beijing, Si WNI itu barulah bisa memberikan alamat lengkap sesuai dengan domisili barunya di Mongolia.

Pada 19 Maret 2019, semua amplop besar berisi surat suara pasangan Capres-Cawapres, calon anggota DPR dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta II, formulir C6, petunjuk pencoblosan, amplop untuk pengiriman kembali ke Beijing, dan dua amplop untuk kedua surat suara, sudah siap dikirim.

Amplop untuk pemilih di Mongolia dikirimkan keesokan harinya bersama amplop milik 816 WNI lainnya yang tinggal di 18 provinsi di daratan Tiongkok.

Di dalam amplop besar terdapat amplop putih berukuran sedang yang sudah dibubuhi perangko seharga 8 RMB (Rp16.950) oleh petugas Kelompok Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) Beijing untuk memudahkan para WNI di luar Kota Beijing mengirimkan kembali melalui kotak pos.

Hanya WNI di Mongolia yang mengirim amplop sedang berisi kedua surat suara terpisah dalam dua amplop kecil tertutup itu ke Beijing via pos dengan biaya sendiri karena tidak tersedianya perangko Mongolia di China.

Dalam tempo 12 hari, amplop putih yang membungkus ketulusan berdemokrasi WNI di Mongolia itu tiba dengan selamat di Beijing.

PPLN dan KPPSLN Beijing akan menjaga amanat itu hingga 17 April 2019 saat bilik-bilik suara di Indonesia telah ditutup bagi pemilih.


Baca juga: Semangat Pemilu 2019 di tenda pengungsian
 

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019