Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Mimika Dwi Cholifa di Timika, Rabu, mengatakan target penerimaan daerah dari bagi hasil royalti PT Freeport Indonesia tahun ini mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ditutupnya operasi tambang terbuka Grasberg yang berimbas pada menurunnya produksi konsentrat tembaga, emas dan perak PT Freeport menjadi asumsi utama bakal menurunnya pembayaran royalti PT Freeport kepada negara.
"Tahun 2017 kami menargetkan penerimaan daerah dari bagi hasil royalti PT Freeport sebesar Rp1,1 triliun. Ternyata realisasinya tidak sebesar target yang kami tetapkan. Makanya tahun ini kami hanya menargetkan sekitar Rp600 miliar karena mempertimbangkan menurunnya produksi konsentrat PT Freeport," jelas Dwi.
Dalam waktu dekat, katanya, Pemerintah Pusat akan mentransfer bagi hasil royalti PT Freeport tahun 2019 ke Pemkab Mimika selaku daerah penghasil sebesar lebih dari Rp100 miliar.
Pemkab Mimika juga telah mengajukan surat ke Kementerian Keuangan untuk meminta pembayaran kekurangan dana perimbangan tahun 2018 sebesar Rp400 miliar dan selisih bagi hasil royalti PT Freeport tahun 2018 sebesar Rp236 miliar.
Dwi mengakui hingga sekarang Mimika masih sangat mengandalkan penerimaan daerah dari bagi hasil royalti PT Freeport dan transfer dana perimbangan dari Pemerintah Pusat guna membiayai berbagai program pembangunan daerah.
Di sisi lain, katanya, penerimaan daerah dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru sekitar 10-11 persen dari nilai APBD Mimika yang tahun ini ditetapkan sebesar Rp3,1 triliun atau diproyeksikan sekitar Rp300 miliar - Rp400 miliar.
Guna mendongkrak PAD, katanya, Pemkab Mimika terus mendorong masuknya para investor di luar sektor tambang.
Namun yang menjadi kendala, katanya, keabsahan lahan masih banyak yang bermasalah sehingga para investor sulit untuk mengembangkan investasinya di Mimika.
Dwi mencontohkan adanya klaim salah seorang pengusaha Timika terhadap lahan seluas 500 hektare milik Pemkab Mimika di kawasan Pelabuhan Nusantara Paumako, Distrik Mimika Timur.
"Bersama jajaran Dinas Perhubunga dan Dinas Perikanan kami pernah turun ke kawasan Pelabuhan Nusantara Paumako, Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paumako untuk melihat potensi apa yang perlu dikembangkan untuk mendatangkan PAD. Ternyata tanah di kawasan itu masih bermasalah karena adanya klaim dari salah seorang pengusaha. Sampai sekarang prosesnya masih di pengadilan," jelas Dwi.
Ia berharap persoalan sengketa lahan kawasan Pelabuhan Paumako tersebut bisa segera teratasi agar nantinya Pemkab Mimika bisa membangun berbagai fasilitas publik sebagai sumber penerimaan PAD.
Baca juga: Politisi Papua dukung pernyataan Rizal Ramli terkait Freeport
Baca juga: ICW temukan Freeport kurang bayar royalti
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019