"Perundungan muncul karena rasa empati di kalangan remaja saat ini semakin tergerus," kata Koentjoro di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Koentjoro, rasa empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tergerusnya rasa empati juga ikut dipengaruhi maraknya penggunaan telepon pintar atau gadget yang membuat orang tidak terlalu acuh dengan sekitarnya.
"Saya kira sekolah memiliki peran untuk menanamkan rasa empati itu. Sekarang di ruang-ruang publik para remaja asik main telepon genggam sendiri-sendiri tidak ada tegur sapa," kata dia.
Kasus perundungan pada anak kembali menjadi sorotan nasional setelah kasus yang menimpa seorang siswi Sekolah Menengah Pertama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Peristiwa yang menimpa Audrey, korban penganiayaan belasan murid SMA, menyebar luas di dunia maya dan membuat tagar #justiceforAudrey menjadi topik bahasan utama dalam dua hari terakhir.
Menurut Koentjoro, hilangnya rasa empati itu yang selanjutnya membuat remaja tega melakukan perundungan karena mereka tidak merasakan apa yang dirasakan korban, melainkan hanya mementingkan kesetiakawanan pada kelompoknya.
Sekolah, kata dia, tidak perlu membuat materi tersendiri tentang empati. Penanaman rasa empati dapat disisipkan dalam berbagai mata pelajaran seperti pelajaran agama, kewarganegaraan, atau pendidikan Pancasila.
"Materi soal empati tidak perlu sosialiasi atau mata pelajaran khusus, tapi cukup disisipkan betul dalam berbagai mata pelajaran yang sudah ada," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019