"Konformitas ini berlebihan dan mendapatkan efek dari media sosial (medsos) melalui gadget," kata Koentjoro di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Guru Besar Psikologi UGM ini, konformitas dalam bentuk kesetiaan atau kepatuhan pada kelompok usia sebaya merupakan ciri dari remaja baik saat ini maupun masa lalu sehingga tidak mungkin bisa dihilangkan.
Berbeda dengan masa lalu, menurut dia, konformitas masa kini cenderung dipengaruhi oleh media sosial. Konformitas adalah suatu sikap di mana seseorang mengubah tingkah lakunya agar sesuai dengan norma kelompok.
"Hanya saja perbincangan dalam satu grup di media sosial seperti 'whatsapp' di kalangan mereka terkadang tidak membicarakan fakta melainkan emosi yang tidak tepat sehingga membentuk konformitas ke arah yang salah," kata dia.
Seperti kasus perundungan yang menimpa Audrey seorang siswi Sekolah Menengah Pertama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, menurut dia, juga disebabkan konformitas yang keliru.
Meski demikian, ia mengatakan, kasus perundungan juga muncul akibat kurangnya peran orang tua atau keluarga dalam mendidik anak. Beragam faktor dalam keluarga menyebabkan anak menjadi pelaku perundungan.
"Sebetulnya anak-anak nakal bukanlah sebab, mereka adalah akibat. Kalau kita runut lagi mungkin mereka tidak mendapatkan perhatian atau kasih sayang dari keluarga," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019