PBB mengatakan negara bekas perwalian Inggris yang mayoritas warganya Muslim itu melanggar Hak Asasi Manusia pada 3 April dengan meneraplam hukum Islam untuk menindak pelaku sodomi, zinah dan pemerkosaan dengan hukuman mati, termasuk pelaksanaan hukum rajam dan potong tangan bagi pencuri.
Erywan Yusof, Menteri kedua Urusan Kuar Negeri Brunei, membela undang-undang baru itu dalam surat ke PBB dengan menyatakan bahwa langkah tersebut lebih bersifat "pencegahan ketimbang penghukuman".
"Ini ditujukan untuk mendidik, menghalangi, merehabilitasi serta memelihara ketimbang menghukum." kata Yusof dalam suratnya ke PBB.
Dalam surat tersebut Yusof mengatakan bahwa delik tersebut tidak akan diterapkan bagi non-Muslim di Brunei, yang menarik perhatian media sejak pengumuman penerapan hukum Syariah pada Maret.
Brunei, sebuah negara kecil di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 400.000, senantiasa menyatakan negara itu memiliki hak untuk menerapkan hukumnya yang pertama kali diambil pada 2014 dan sejak itu mulai diterapkan tahapannya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteres pada 3 April, melalui juru bicaranya mengatakan "hak asasi manusia harus ditegakkan bagi siapa pun, dimana pun tanpa ada perbedaan".
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt telah bertemu dengan Yusof, yang memberinya jaminan bahwa penuntutan bagi kaum gay mungkin "tidak" tetapi itu tidak memuaskan.
Para pesohor mulai dari bintang film George Clooney dan penyanyi Elthon John menggalang dukungan guna menentang peraturan baru itu dengan memboikot jaringan hotel milik Brunei di seluruh dunia.
Selama beberapa pekan lalu, biro perjalanan, jaringan transportasi di London dan sejumlah rumah keuangan termasuk dalam perusahaan-perusahaan yang memutus hubungan dengan bisnis yang dimiliki oleh Brunei.
Sumber: Thomson Reuters Foundation
Baca juga: PBB kecam penerapan hukum Syariah di Brunei
Baca juga: Brunei terapkan hukum Islam
Pewarta: Maria Dian A
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019