• Beranda
  • Berita
  • Nelayan perlu tambahan perlindungan dalam BPJS Ketenagakerjaan

Nelayan perlu tambahan perlindungan dalam BPJS Ketenagakerjaan

14 April 2019 11:57 WIB
Nelayan perlu tambahan perlindungan dalam BPJS Ketenagakerjaan
Ilustrasi kapal ikan. (Dokumentasi KKP)

"Padahal nelayan butuh jaminan hari tua ketika sudah tidak melaut lagi," ujar Susan.

Nelayan di berbagai daerah dinilai perlu mendapatkan tambahan perlindungan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan agar mereka dapat lebih terjamin dalam menjalankan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga.

"Perlindungan pada nelayan saat ini hanya lewat BPJS Ketenagakerjaan yang belum memenuhi kebutuhan nelayan," kata  Anggota Komisi IX DPR RI, Marinus Ge, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Perlindungan itu, ujar dia, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang diperkuat UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), di mana perlindungan diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat terdaftar sebagai peserta berdasarkan UU No 24/2011 tentang BPJS.

Berdasarkan UU No 24/2011, negara melalui BPJS Ketenagakerjaan membantu iuran bagi nelayan yang masuk kategori pekerja bukan penerima upah (BPU). Bantuan itu menurut Marinus diberikan selama setahun pertama untuk kemudian iuran Rp16.800 per bulan dilanjutkan oleh nelayan.

Nelayan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagai BPU akan menerima manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Sedangkan pekerja formal atau pekerja penerima upah (PPU) wajib terdaftar dalam empat program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu JKK, JKM, JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun).

Marinus memahami, batasan jaminan terhadap nelayan oleh BPJS Ketenagakerjaan itu dirancang karena ada kemungkinan mereka beralih profesi, serta hanya melindungi mereka dari risiko saat bekerja saja.

Padahal, lanjutnya, nelayan bisa saja tak bisa bekerja karena sudah lanjut usia, sehingga JHT dan JP dinilai perlu diberikan bagi nelayan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Anton Leonard, di kesempatan berbeda mengatakan perlu ada perubahan paradigma untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, karena upaya yang dilakukan selama ini masih jauh dari yang dibutuhkan para nelayan sebenarnya.

"Masih sangat jauh, belum ditangani serius oleh pemerintah. Kalau mau nelayan sejahtera harus menyasar keluarganya juga," ungkap Anton.

Anton menilai jaminan ketenagakerjaan dan asuransi nelayan itu belum cukup. Bila negara ingin bagi nelayan, BPJS-TK yang proaktif menyambangi para nelayan.

 Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati menilai program jaminan pemerintah bagi nelayan melalui BPJS-TK sebatas JKK dan JKM. "Padahal nelayan butuh jaminan hari tua ketika sudah tidak melaut lagi," ujar Susan.

Untuk itu, Susan berharap pemerintah memperbaiki jaminan ketenagakerjaan bagi nelayan. Perbaikan itu tentunya harus diawali dengan pendataan dan monitoring atau pengawasan yang sangat baik.

Terhadap hal ini, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja menerangkan manfaat yang diberikan bagi nelayan memang sebatas itu karena masuk kategori pekerja BPU.

Kini, jumlah nelayan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah 73,5 ribu jiwa dari total lima juta peserta dengan kategori pekerja BPU.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019