• Beranda
  • Berita
  • Saksi kasus suap distribusi pupuk bungkam usai diperiksa

Saksi kasus suap distribusi pupuk bungkam usai diperiksa

15 April 2019 17:57 WIB
Saksi kasus suap distribusi pupuk bungkam usai diperiksa
Siesa Darubinta (kiri), saksi kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (15-4-2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Siesa Darubinta yang merupakan saksi suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) memilih bungkam usai diperiksa KPK.

Adapun pengangkutan itu untuk kepentingan distribusi pupuk.

KPK pada hari Senin memeriksa Siesa sebagai saksi untuk tersangka Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI).

Usai diperiksa, Siesa tidak memberikan keterangan saat dikonfirmasi awak media seputar materi pemeriksaannya kali ini.

Dalam kronologi operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan kasus tersebut, tim KPK pada hari Rabu (27/3) menuju sebuah apartemen di daerah Permata Hijau, Jakarta Selatan menelusuri keberadaan anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.

Tim KPK kemudian mengamankan sopir dari Bowo sekitar pukul 16.30 WIB.

Di lokasi yang sama. tim KPK juga mengamankan Siesa sekitar pukul 20.00 WIB. Mereka kemudian dibawa ke gedung KPK untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

Selanjutnya, tim KPK menelusuri keberadaan Bowo hingga mengamankan Bowo di rumahnya pada hari Kamis (28/3) pukul 02.00 WIB. Bowo kemudian juga dibawa ke Gedung KPK RI untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Selain Siesa, KPK pada hari Senin juga memeriksa dua saksi lainnya untuk tersangka Asty, yaitu staf Finance and Treasury PT HTK Desi Artinesti dan Direktur PT Komindo Cipta Sejahtera Bambang Tedjo Karjanto.

Terhadap tiga saksi itu, penyidik KPK mendalami informasi mengenai mekanisme kerja sama sewa-menyewa kapal antara PT PILOG dan PT HTK.

Diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik Pangarso dan Indung, sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Asty Winasti.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Selanjutnya, pada tanggal 26 Februari 2019 dllakukan nota kesepahaman (MoU) antara PT PILOG  dan PT HTK.

Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK. Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metrik ton.

Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.

Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.

Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019