"Kami sudah mendatangi rumah warga Desa Kutuk yang mengunggah video di status whatsapp tentang peragaan yang dilakukan warga itu terkait cara mencoblos yang benar," kata Ketua Bawaslu Kudus Moh. Wahibul Minan di Kudus, Rabu.
Setelah dimintai klarifikasinya, kata dia, yang bersangkutan mengaku tidak mengetahui bahwa hal itu dilarang.
Video berdurasi 25 detik tersebut, katanya, langsung dihapus dari status WA.
Unggahan video hasil rekaman saat mencoblos di bilik suara, kata dia, sesuai Peraturan KPU nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu pada pasal 35 huruf M tertulis jelas tentang larangan menggunakan telepon genggam dan atau alat perekam gambar lainnya di bilik suara.
Hanya saja, kata dia, ketentuan sanksinya tidak diatur dalam PKPU tersebut, begitu pula di dalam Undang-Undang nomor 7/2017.
"Pada pasal 500 UU nomor 7/2017 hanya mengatur subjek hukum bagi pendamping pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih yang didampinginya," ujarnya.
Di dalam pasal tersebut, berbunyi setiap orang yang membantu pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 364 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Oleh karena itu, katanya, yang bersangkutan hanya diberikan sanksi administrasi.
"Selain menghapus video tersebut, yang bersangkutan juga diminta meminta maaf lewat surat dan video pernyataan meminta maaf kepada masyarakat," ujarnya.
Berdasarkan video yang diunggah di status WA milik warga Desa Kutuk tersebut, terlihat merekam aktivitas dirinya mencoblos sambil mengucapkan cara mencoblos yang baik dan benar, kemudian mengatakan kalimat : "susah" sambil menaruh sandal di atas surat suara yang berada persis di atas gambar pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 dan diakhiri dengan kata-kata "mantab, alhamdulillah."
Di dalam video tersebut juga terlihat nomor tempat pemungutan suara (TPS) dan asal desanya, yakni Desa Kutuk, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus.
Menanggapi ekspresi warga yang dinilai berlebihan tersebut, dosen sekaligus pakar ilmu politik Universitas Muria Kudus (UMK) Hidayatullah menganggap persaingan di kalangan elit dalam pemenangan calon presiden dan wakil presiden berimbas kepada masyarakat bawah.
"Tentunya adanya kasus seperti yang ditangani Bawaslu Kudus, patut menjadi perhatian semua pihak, terutama partai politik untuk memberikan pendidikan politik yang lebih intens terhadap kadernya agar ekspresinya tetap memperhatikan rambu-rambu," ujarnya.
Apalagi, kata dia, sesuai aturan mengabadikan aktivitas di dalam bilik suara jelas-jelas dilarang oleh KPU.
Baca juga: KPU ingatkan pemilih dilarang swafoto di bilik suara
Baca juga: KPU ingatkan pemilih tidak bawa gawai ke bilik suara
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019